Negeri “Bumi Lancang Kuning” sepertinya sudah tak asing lagi bagi kedua negara tetangga Indonesia. Yakni Singapura dan Malaysia. Tentunya, Provinsi Riau terkenal karena dikategorikan sebagai daerah “pengekspor” asap ke kedua negara tersebut.
Memang tak bisa dipungkiri. Hampir setiap tahun, di daerah yang kaya akan sumber daya alam ini kerab terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Tentunya, hasil produksinya yaitu asap ini pun sangat merisaukan semua pihak. Tak terkecuali pemerintah negeri Malaysia dan Singapura karena bila angin bertiup ke arah sana, tentu kedua negara tersebut pun “diserang” kabut asap yang berasal dari Riau. Akibatnya, kedua negara itu (khususnya Singapura) acapkali memprotes pemerintah Riau (Indonesia).
Tapi, mereka (Singapura dan Malaysia) juga harus fair. Jangan hanya memprotes saja. Sebab, negeri “Bumi Lancang Kuning” juga punya peranan penting bagi kelangsungan bumi, termasuk kedua negara tersebut. Apa itu ?. Ya, karena di negeri ini masih terdapat cagar biosfer Giam Siak Kecil dan Bukit Batu (GSK-BB) yang tentunya merupakan warisan dunia.
Tentunya, keberadaan cagar biosfer yang natabene juga merupakan salah satu objek wisata alam ini memiliki sumbangsih yang tiada ternilai. Khususnya dalam hal pelestarian lingkungan. Dimana, dengan ditetapkannya Suaka Alam GSK-BB yang luasnya diperkirakan 178.000 hektar menjadi cagar biosfer, hal ini telah menjadi salah satu perhatian dunia terhadap Riau.
Bahkan, bukan tidak mungkin, dengan dilestarikannya cagar biosfer tersebut, Provinsi Riau akan semakin dikenal dunia luar. Dikenal bukan karena pengekspor asap, tapi karena adanya objek wisata alam Cagar Bisfer GSK-BB. Jadi, objek wisata ini bisa menjadi pendongkrak objek-objek wisata lainnya yang terdapat di provinsi Riau.
Sebagaimana diketahui, objek wisata Cagar Biosfer GSK-BB ditetapkan 26 Mei 2008 lalu pada sidang UNESCO di Jeju, Korea Selatan. Objek wisata alam Cagar Biosfer GSK-BB merupakan satu dari 22 lokasi yang diusulkan 17 negara yang diterima menjadi cagar biosfer.
Ditetapkannya cagar biosfer tersebut, tentu pula tidak terlepas dari sumbangsih perusahaan Sinar Mas Forestry (Asian Pulp and Paper) yang menyerahkan 72.255 hektar lahan konsesi hutan produksinya untuk konservasi permanen.
Berdasarkan hasil studi alias penelitian LIPI, di kawasan Cagar Biosfer tersebut banyak terdapat flora dan fauna yang begitu beragam. Konon, di sana terdapat 150 jenis burung, 10 jenis hewan mamalia termasuk yang dilindungi. Seperti gajah dan harimau. Kemudian juga terdapat delapan jenis binatang reptil, serta 52 spesies tumbuhan langka dan dilindungi.
Bayangkan, bila Cagar Biosfer GSK-BB terus dilestarikan dan kemudian dipromosikan sebagai salah objek wisata alam unggulan Riau yang mendunia, tentunya akan berdampak positif bagi masyarakat dan pemerintah di negeri Bumi Lancang Kuning. Ini tak sekedar khayalan. Sebab, masyarakat dunia sekarang dan mendatang, akan semakin menginginkan objek-objek wisata bernuansa alam untuk dijadikan tempat berlibur.
Nah, mengingat prediksi tersebut, tentunya Riau memiliki modal untuk menyambut kedatangan para wisatawan (wisatawan Nusantara dan Mancanegara) yang berkunjung ke negeri kaya minyak ini. Sekarang, bagaimana respon pemerintah dan masyarakat, serta berbagai pihak lainnya. Tentunya, kesepakatan untuk melestarikan Cagar Biosfer GSK-BB menjadi kata kunci.
Khusus untuk pihak perusahaan Sinar Mas Forestry, kata “salut” wajar ditujukan kepada mereka. Sebab, perusahaan ini memiliki peran penting sehingga objek wisata tersebut diakui dunia. Dan menurut pihak perusahaan tersebut, zona penyangga cagar biosfer itu seluas 222.425 hektar yang sebagian besar (sekitar 88 persen) merupakan kawasan hutan tanaman industri Grup Sinar Mas.
Menurut mereka, hutan penyangga merupakan kunci untuk melindungi zona inti. Di sisi terluar terdapat area transisi 304.123 hektar, kerja sama di bidang perkebunan, pertanian, dan permukiman yang melibatkan masyarakat. Jadi, Cagar Biosfer GSK-BB adalah sebuah “warisan” pusaka alam dunia di Bumi Lancang Kuning yang kelak bisa menjadi objek wisata andalan Riau. (NWR)
Lihat Foto (1) dan (2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar