AHAD itu sekira pukul 07.00 WIB. Semua peserta helat budaya dengan tema ‘’Menghulu Bokor Muliakan Nilai’’ yang terdiri dari kelompok seni dari berbagai daerah di Riau serta negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand berkumpul di pelabuhan kecil kampung Bokor untuk memulai petualangan. Sebuah perjalanan yang diberi nama wisata sungai menuju lokasi Mate Suruk (mata air yang tak pernah kering-demikian warga tempatan mempercayainya) yang akan ditempuh selama kurang lebih satu jam dengan bersampan-sampan ria.
Pagi yang cerah. Semua peserta terlihat tidak sabar untuk memulai perjalanan. Apalagi wisata sungai yang dimaksud jarang sekali dilaksanakan, meski Riau merupakan negeri yang dianugerahi sungai-sungai besar seperti Sungai Siak, Indragiri, Rokan dan Kampar. Bahkan setiap negeri, baik kawasan daratan maupun kepulauan/pesisir memiliki sungai masing-masing yang menjadi sumber penghidupan masyarakat pendukungnya. Salah satu sungai itu adalah Sungai Bokor nan eksotik dengan apitan hutan bakau yang lebat.
Belasan perahu yang sudah dipersiapkan terombang-ambing dimainkan riak kecil, diciptakan angin di tepian sungai, disela-sela raungan mesin kapal kayu. Beberapa warga kampung juga terlihat sibuk mengangkat barang dagangannya untuk dibawa dengan kapal tersebut. Barang-barang dagangan berupa durian, manggis, cempadak dan sebagainya itu segera diangkut ke Selatpanjang untuk dijajakan. Buah-buah nan ranum itu tentunya mengundang selera semua peserta Bokor Riviera karena mereka juga hendak diajak langsung memetik buah di kebunnya.
Ketidaksabaran itu terlihat saat mereka dipersilahkan pedayung menaiki perahu yang akan mereka kemudikan. Langkah bergegas dan saling berebutan menjadi pemandangan yang menggelikan. Ditingkah pula dengan tawa riang sesama mereka untuk bisa berada di satu perahu karena hanya berkapasitas untuk 5-6 orang saja. Bahkan belasan anak seusia sekolah dasar (SD), yang juga menjadi salah satu peserta Fiesta Bokor Riviera terlihat tak mau ketinggalan dan menaiki perahu dengan gembira. Satu persatu, sampan pun di kayuh, meninggalkan hiruk-pikuk pelabuhan kecil tersebut.
‘’Ini baru namanya berwisata. Kita dibawa menyusuri sungai untuk menikmati alam Bokor yang eksotik. Sungguh ini sebuah perjalanan yang bagi saya sangat menyenangkan. Ini konsep wisata alam disenangi banyak wisatawan, terutama wisatawan manca negara,’’ ulas Pimpinan PT FIK Tour and Travel, Ake Rahayu, salah satu pihak travel agen yang ambil bagian pada helat budaya itu.
Mendengar ungkapan yang melompat begitu saja dari mulut Ake, salah seorang pemandu perjalanan, Atoy langsung menimpali, ‘’Ini baru awal dan nanti kita akan masuk jauh ke dalam anak-anak sungai yang menusuk ke ceruk-ceruk hutan bakau. Akan tambah menyenangkan. Belum pernah kan?’’ katanya menantang, sembari menunjuk satu rumah batu bercat putih yang disebutnya sebagai tempat pengasingan orang-orang penyakit kusta yang sudah disana sejak zaman Jepang.
Beberapa ekor beruk/monyet bergelantungan di dahan-dahan bakau, berteriak-teriak lantang seakan menyambut para wisatawan dengan keramahannya. Burung elang dan lainnya terlihat terbang rendah dan sesekali hinggap di ranting-ranting. Suasana itu menambah keceriaan pagi yang damai. Keceriaan itu kian bertambah mengasyikkan saat perahu yang membawa anak-anak tadi bernyanyi dan melepas tawa keluguannya.
Seakan tidak terbersit di benak mereka bahwa perjalanan itu, meski menyenangkan juga sewaktu-waktu menyimpan bahaya. Apalagi tidak satupun dari mereka yang bisa berenang, jika perahu oleng atau terbalik. Namun semua ketakutan itu seakan terabaikan begitu saja.
‘’Tak lama lagi, kita akan masuk ke anak sungai untuk mencapai Mate Suruk. Di ujung anak sungai itu nanti kita akan sampai ke tujuan utama kita, kebun durian. Hari ini kita akan berpesta durian Bokor sepuasnya,’’ tambah Atoy.
Benar saja, satu persatu perahu memasuki anak sungai yang dimaksudkan. Makin lama, anak sungai itu makin mengecil bahkan hanya bisa dilalui satu perahu saja. Belasan perahu pun berjejer, mengikuti lekuk-lekuk sungai berair payau tersebut. Semakin kecil lintasannya, semakin sulit perjalanan itu ditempuh. Ditambah lagi air yang kian dangkal dengan akar bakau yang melintang kesana-kemari. Wajah-wajah yang ceria tampak tegang. Namun hanya beberapa saat, meski dengan susah payah sampai juga ke tujuan. ‘’Untung saja air masih pasang, jadi kita bisa berkayuh. Kalau surut, terpaksa kita berjalan di atas lumpur,’’ teriak salah seorang pendayung perahu lainnya.
Sesampainya ke lokasi, semua yang ada di atas perahu melompat ke air sungai sedalam lutut orang dewasa. Wajah keceriaan mulai terpancar saat menyaksikan puluhan pohon durian dengan buah yang bergantungan di ujung-ujung ranting. Bahkan tawa mereka kian merekah saat melihat ratusan durian, manggis dan cempedak diletakkan begitu saja di atas sebuah meja untuk segera di santap bersama.
Ketua Panitia Fiesta Bokor Riviera, Sopandi SSos menjelaskan, transaksi di kebun durian itu mencapai Rp4 juta dan masyarakat benar-benar terbantu karenanya. Sehingga mereka tidak perlu lagi, mengangkut dagangannya ke Selatpanjang sekitarnya untuk dijual. ‘’Inilah yang kami inginkan. Kampung kami dikenal kian luas dengan berbagai kekayaan yang dimilikinya. Kalau tidak kami mulai sekarang kapan lagi,’’ ulasnya menegaskan.
Lebih menarik lagi, saat kembali ke pelabuhan Bokor di sore harinya, warga Bokor sekitarnya tampak memadati tepian sungai. Mereka terlihat antusias menyaksikan lomba lari di atas tual sagu yang berjejer dipermukaan sungai. Seru, kocak dan menyenangkan. ‘’Ini salah satu dari agenda kita. Lomba lari di atas tual sagu yang tidak dilaksanakan di daerah lain,’’ tambah Sopandi.
Pesta Budaya yang Melenakan
Sebagai salah satu daerah kepulauan, Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki kearifan yang luar biasa dan sampai hari ini belum semua kearifan-kearifan tersebut yang terkelola dan terpublikasi secara baik. Sungai Bokor misalnya. Sungai yang berada di Pulau Rangsang ini menyimpan banyak sekali catatan sejarah dan kejayaan peradaban Melayu masa lampau yang sampai saat ini belum terlestarikan.
Fiesta Bokor Riviera 2011 ini sendiri dilaksanakan Dewan Kesenian Kepulauan Meranti bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kepulauan Meranti di Desa Bokor, Kecamatan Rangsang Barat. Sebuah kawasan terbaik di hulu Sungai Bokor.
Lokasinya bisa ditempuh menggunakan kapal kayu atau pompong dengan jarak tempuh sekitar 40-45 menit dari pelabuhan Kota Selatpanjang. Selain dua institusi di atas, pelaksanaan helat budaya level Asean tersebut juga tidak lepas dari peran serta Budayawan Riau, Yusmar Yusuf selaku penggagas dan Sanggar Bathin Galang sebagai pelaksana kegiatan.
Kerja sama yang baik antara semua pihak tersebut menjadi faktor utama suksesnya pelaksanaan Fiesta Bokor Riviera 2011 lalu. Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuh-kembangkan minat dan bakat para insan seni dalam memahami dan melestarikan budaya, sekaligus untuk membuka wawasan terhadap seni kekinian. Dialog antara seni musik, teater, sastra dan semacamnya ini jelas akan meningkatkan daya apresiasi masyarakat. Paling tidak, kegiatan ini dapat menjadikan Kepulauan Meranti secara umum sebagai salah satu pusat kebudayaan Melayu di Riau. Secara otomatis, kegiatan ini dapat pula meningkatkan perekonomian masyarakat tempatan.
Sebagai sebuah upaya positif, baik untuk mengembangkan kebudayaan Melayu, maka pada sore harinya berbagai permainan rakyat pun digelar. Lebih menarik dan ditunggu-tunggu tentu saja menampilan grup-grup seni, baik tradisi maupun modren dari berbagai daerah Riau dan negara tetangga di atas panggung utama di lapangan sepakbola Bokor. Selain komunitas lokal seperti Sanggar Bathin Galang, tampil pula dua grup tradisi suku Akit dengan Joget Sonde dan Kedubang. Tidak ketinggalan grup asal Malaysia dengan Fauziah Gambus serta grup Thaisawan Songkla asal Thailand.
Ribuan orang yang memadati lapangan pada malam harinya benar-benar mendapatkan tontonan luar biasa. Bahkan Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti, Irwan Nasir tak dapat menahan diri untuk naik ke atas panggung dan bernyanyi. Penonton juga dibuat ter pingkal-pingkal menyaksikan penampilan drama anak-anak asal Sanggar Keletah Budak Pekanbaru yang membawakan cerita Batang Tuaka (cerita rakyat Inhu) dengan pola pemanggungan teater tradisi Melayu Mak Yong. Pembacaan puisi oleh penyair Samson Rambah Pasir (Kepri) dan Jefri al Malay (Bengkalis).
Masih banyak lagi penampilan-penampilan grup seni dari berbagai daerah yang tentunya memberikan hal baru bagi masyarakat tempatan dan sekitarnya.
‘’Sebelumnya kampung kami ini sepi dari pesta-pesta semacam ini dan kami sangat suka. Ditambah lagi, kami bisa berjualan dan mendapatkan penghasilan lebih,’’ ungkap salah seorang Kepala Rukun Tetangga (RT) di kampung itu M Yazid.
Kemasan kegiatan digelar secara alami dan ratusan peserta undangan tidak diinapkan di hotel melainkan di rumah-rumah warga. Pola home stay semacam ini juga cukup baik sehingga antara peserta dan warga dapat saling berinteraksi secara alami pula.
‘’Agenda budaya dan wisata semacam ini sangat menjanjikan dan perlu menjadi perhatian kita bersama. Namun masih banyak hal yang perlu ditingkatkan lagi seperti memaksimalkan sarana-prasarana angkutan dan semacamnya,’’ jelas Ake Rahayu yang mengaku sangat terpukau dengan alam Bokor.
Kades Sonde, T Hasan yang bertindak sebagai Pimpinan Grup Joget Sonde sangat bersyukur dengan adanya kegiatan tersebut. Paling tidak, kelompok seni Suku Akit yang dibinanya sejak 1970-an itu bisa tampil sepanggung dengan grup-grup daerah lain, bahkan negara tetangga.
‘’Kami sangat berterima kasih pada panitia acara yang mau mengundang kami dalam kegiatan ini. Kami berharap tahun depan, kegiatan serupa tetap dilaksanakan. Minimal, kegiatan ini membuat usia Joget Sonde kian bertambah,’’ terangnya.
Pada penutupan acara, Bupati Kepulauan Meranti, Irwan Nasir menegaskan, pemerintah kabupaten sangat berbangga hati atas pelaksanaan kegiatan Fiesta Bokor Riviera ini dan mendukung penuh agar kegiatan tersebut menjadi agenda tahunan. Tidak hanya itu, Irwan juga mendorong kampung-kampung lainnya untuk melakukan hal serupa sehingga kebudayaan Melayu dan pariwisata bahari di daerah itu dapat mendatangkan banyak wisatawan dari berbagai daerah dan negara. Paling tidak, helat budaya ini dapat meningkatkan perekonomian masyarakat tempatan.
‘’Kami mencanangkan Bokor menjadi kampung wisata dan berharap terus membenahi berbagai kekurangannya. Pemerintah akan men-support agar kegiatan ini terus dilaksanakan setiap tahunnya dan diikuti oleh kampung-kampung disekitarnya,’’ ungkapnya panjang lebar.
Pernyataan serupa juga dilontarkan Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Riau, RM Yamin. Dikatakannya, sebagai negeri yang berazam menjadi pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara, Riau perlu memperbanyak kegiatan-kegiatan serupa. Sehingga program pembinaan masyarakat benar-benar sampai ke masyarakat paling bawah. Karenanya, Yamin meminta semua pihak untuk saling mendukung agar terwujudnya hal tersebut.
‘’Tanpa dukungan masyarakat, pemerintah tidak -bisa berbuat apa-apa. Sinergi pemerintah, berbagai pihak termasuk swasta sangat diharapkan,’’ tambahnya meyakinkan disela-sela kegiatan yang bertepatan dengan musim buah tersebut.
Bokor nan Eksotik
Ransang adalah pulau yang unik di Kepulauan Meranti. Jika Merbau dijuluki tanah tua, maka Ransang adalah tanah embun di Negeri Fajar tersebut. Kalau di Pulau Tebing Tinggi kita banyak menemukan ikon negeri itu yakni sagu, di Ransang tak hanya ada rumbia, tapi lebih dari itu.
Jika kita berjalan ke kampung-kampung lainnya di sekitar Bokor, maka lintasan-lintasan pemandangan yang dijumpai sungguh menyentuh dawai perasaan atau hati. Ada kebun getah, kelapa, kopi, pinang, kakao, saka, hingga taman padi yang permai diselingi panggung-panggung kecil tempat beristirahat. Kebun-kebun ini silih berganti dan kadang menyatu dalam sebuah komposisi yang unik ibarat sebuah lukisan. Di Ransang, kita merasakan nafas Meranti yang berbeda.
Pohon buah-buahan pun begitu mudah dijumpai. Mulai dari yang biasa seperti cempedak, manggis, jambu, langsat dan duku, hingga buah-buahan rimba yang sudah mulai langka seperti tampui, buah kundang (mirip anggur), paye (seperti salak tapi lebih kecil), pulas, lekop, sentul, semprung (seperti duku tapi agak besar) dan lain sebagainya. Batang-batang durian raksasa tumbuh di mana-mana, tinggi menjulang, menjilat angkasa. Belum lagi ada kebun durian tua di hulu sungai serta keindahan hutan bakau (mangrove) yang memukau.
‘’Jadi, selain menyajikan beberapa kegiatan dalam Fiesta Bokor Riviera seperti puisi, teater, lomba lukis, seni tari dan seni musik, para pengunjung juga dapat menikmati buah-buahan dan keindahan Bokor ataupun desa-desa lain di Pulau Ransang,’’ tutur Pandi yang juga giat menyiarkan helat ini di grup facebook, Fiesta Bokor Riviera. nwr-rpc****(fotonya ada di bawah)
Minggu, 07 Agustus 2011
Kamis, 04 Agustus 2011
Misteri di Masjid Jami' Air Tiris Kampar
Kabupaten Kampar merupakan salah satu daerah di Provinsi Riau yang memiliki banyak objek wisata. Mulai dari wisata alam, budaya hingga religi atau rohani. Nah, jika Anda berwisata ke bumi “Serambi Mekkah”-nya Riau itu, jangan lupa bertandang ke Masjid Jami di jalan Pasar Usang desa Tanjung Barulak, kecamatan Kampar.
Cerita tentang Islam pun akan “mengalir” dari bangunan yang dibangun pada masa penjajahan Belanda, tepatnya tahun 1901 Masehi. Rumah ibadah ini memiliki banyak keunikan. Semua bahan bangunannya berasal dari kayu. Dalam pembangunannya, sama sekali tidak menggunakan paku, melainkan hanya pasak kayu.
Muhammad Ali selaku salah seorang pengurus Masjid Jami' Air Tiris pun mulai membuka pembicaraan dengan Nuansa Wisata Riau. Menurutnya, di balik keunikan arsitek bangunannya, masjid tersebut ternyata memiliki banyak kisah menarik. Termasuk kisah mengandung unsur “mistik”.
Dan sampai era kemerdekaan sekarang ini, keberadaan masjid tersebut masih menjadi sebuah misteri yang tak terpecahkan. Anehnya, meskipun telah beberapa kali dilakukan penelitian, namun misteri itu belum terpecahkan juga.
Alkisah, dia pun menuturkan sekilas tentang sejarah masjid yang kini jadi salah satu objek wisata unggulan Kabupaten Kampar. Disebutkan, pada zaman penjajahan tempo doeloe, Belanda sempat beberapa kali berusaha membakar masjid tersebut. Namun upaya jahat itu tak pernah berhasil.
Rasanya tak mungkin Belanda tidak bisa membumihanguskan masjid bersejarah itu. Apalagi mengingat kekuatan dan armada mereka (Belanda) yang kala itu sangat mumpuni. Artinya dengan kekuatan yang dimiliki Belanda saat itu, sebenarnya mereka sangta gampang untuk menmbakar masjid itu. Tapi itu tak bisa dilakukan. Inilah yang hingga kini masih misteri.
Selain keunikan masjid, tetunya ada lagi yang cukup mendapat perhatian bagi setiap saja yang berkunjung ke masjid tersebut. Di sana akan ditemui sebuah bak air tempat tempat wudhu. Di dalam bak ini terdapat batu berbentuk kepala kerbau.
Konon, batu besar berbentuk kepala kerbau itu selalu berpindah-pindah posisi. Kadang posisinya berada di sudut tertentu, kemudian sudah berganti posisi ke sudut lain tanpa ada yang memindahkannya. Ya, sepertinya agak mengandung mistik.
Muhammad Ali juga mengakui hal itu. Bahkan dia mengaku pernah suatu ketika mendapati batu berbentuk kepala kerbau itu sudah berad di dalam sumur masjid berkedalaman delapan meter. Setelah itu, beberapa hari kemudian, batu ini sudah kembali ke atas.
Dia sendiri tak yakin ada orang yang sengaja memindahkannya dari dalam sumur ke atas. Soalnya batu itu lumayan berat mencapai puluhan kilogram. Jadi, rasanya tak mungkin orang segampang itu memindah-midahkannya. Apalagi, peristiwa seperti itu berulang kali terjadi sejak dulu. Ringkasnya, batu berbentuk kepala kerbau itu selalu berpindah-pindah.
Selain itu, air bening yang ada di bak yang di dalamnya terdapat batu berbentuk kepala kerbau itu juga memiliki cerita mitos. Percaya atau tidak, konon siapa saja yang meminum atau mengusap air itu untuk maksud tertentu, akan terkabul. Jadi, tak salah Anda untuk mencobanya. Tapi jangan syirik loh.
Kemudian ada juga tentang sejarah nyaris tengelamnya masjid itu pada zaman dahulu. Meskipun semua tempat dan rumah penduduk yang ada di sekitarnya hampir semuanya terendam banjir, tapi masjid itu terhindar dari bencana.
Menariknya, tempo itu ketinggian air sempat merendam rumah yang umumnya berpanggung. Tapi ketika air banjir mendekati masjid, air itu selalu membelok ke arah bawah. Air tak pernah masuk ke dalam masjid. Hal itu disaksikan sendiri oleh Muhammad Ali.
Sekedar tambahan saja, bentuk arsitektur bangunan masjid Jami’ Air Tiris, Kampar akan terus dipertahankan terus bentuk keaslianny. Jika Anda sampai di sana, dinding masjid terbuat dari papan berukir akan Anda temui. Bahkan tiang empatnya masih ada bekas tarahan seperti awal pembangunannya.
Oleh masyarakat tempatan, masjid ini dianggap keramat. Tak heran, hingga kini banyak wisatawan baik lokal, Nusantara atau mancanegara yang berkunjung ke sana. Dari lua negeri, umunya wisatawan tersebut berasal dari Singapura dan Malaysia.
Para wisatawan ini sengaja datang ke Masjid Jami tersebut untuk membayar nazar dan sekalian mandi di sumur yang konon mengandung mistik. Umumnya wisatawan banyak mengunjungi asjid ini pada saat Ramadhan dan pada hari raya Puasa Enam.
Di masjid yang didirikan masyarakat Air Tiris yang waktu itu dipimpin Engku Mudo Sangkal (seorang yang sangat dihormati dan panutan kampung), para wisatawan, khususnya yang Islam selalu menyempatkan diri untuk shalat. Dan tak heran, pada waktu tertentu tersebut, suasana di dalam masjid dan sekitar masjid selalu ramai sebagaimana arti Jami’ sendiri adalah ramai atau selalu ramai atau selalu dikunjungi.
Begitulah sekilas tentang sejarah dan misteri Masjid Jami’ Air Tiris. Jadi, jika Anda berkunjung ke Kabupaten Kampar, jangan lupa singgah ke Masjid Jami”. Rasanya tak lengkap jika tak mengunjunginya meskipun hanya sejenak. Amien-NWR (lihat fotonya di bawah)
Cerita tentang Islam pun akan “mengalir” dari bangunan yang dibangun pada masa penjajahan Belanda, tepatnya tahun 1901 Masehi. Rumah ibadah ini memiliki banyak keunikan. Semua bahan bangunannya berasal dari kayu. Dalam pembangunannya, sama sekali tidak menggunakan paku, melainkan hanya pasak kayu.
Muhammad Ali selaku salah seorang pengurus Masjid Jami' Air Tiris pun mulai membuka pembicaraan dengan Nuansa Wisata Riau. Menurutnya, di balik keunikan arsitek bangunannya, masjid tersebut ternyata memiliki banyak kisah menarik. Termasuk kisah mengandung unsur “mistik”.
Dan sampai era kemerdekaan sekarang ini, keberadaan masjid tersebut masih menjadi sebuah misteri yang tak terpecahkan. Anehnya, meskipun telah beberapa kali dilakukan penelitian, namun misteri itu belum terpecahkan juga.
Alkisah, dia pun menuturkan sekilas tentang sejarah masjid yang kini jadi salah satu objek wisata unggulan Kabupaten Kampar. Disebutkan, pada zaman penjajahan tempo doeloe, Belanda sempat beberapa kali berusaha membakar masjid tersebut. Namun upaya jahat itu tak pernah berhasil.
Rasanya tak mungkin Belanda tidak bisa membumihanguskan masjid bersejarah itu. Apalagi mengingat kekuatan dan armada mereka (Belanda) yang kala itu sangat mumpuni. Artinya dengan kekuatan yang dimiliki Belanda saat itu, sebenarnya mereka sangta gampang untuk menmbakar masjid itu. Tapi itu tak bisa dilakukan. Inilah yang hingga kini masih misteri.
Selain keunikan masjid, tetunya ada lagi yang cukup mendapat perhatian bagi setiap saja yang berkunjung ke masjid tersebut. Di sana akan ditemui sebuah bak air tempat tempat wudhu. Di dalam bak ini terdapat batu berbentuk kepala kerbau.
Konon, batu besar berbentuk kepala kerbau itu selalu berpindah-pindah posisi. Kadang posisinya berada di sudut tertentu, kemudian sudah berganti posisi ke sudut lain tanpa ada yang memindahkannya. Ya, sepertinya agak mengandung mistik.
Muhammad Ali juga mengakui hal itu. Bahkan dia mengaku pernah suatu ketika mendapati batu berbentuk kepala kerbau itu sudah berad di dalam sumur masjid berkedalaman delapan meter. Setelah itu, beberapa hari kemudian, batu ini sudah kembali ke atas.
Dia sendiri tak yakin ada orang yang sengaja memindahkannya dari dalam sumur ke atas. Soalnya batu itu lumayan berat mencapai puluhan kilogram. Jadi, rasanya tak mungkin orang segampang itu memindah-midahkannya. Apalagi, peristiwa seperti itu berulang kali terjadi sejak dulu. Ringkasnya, batu berbentuk kepala kerbau itu selalu berpindah-pindah.
Selain itu, air bening yang ada di bak yang di dalamnya terdapat batu berbentuk kepala kerbau itu juga memiliki cerita mitos. Percaya atau tidak, konon siapa saja yang meminum atau mengusap air itu untuk maksud tertentu, akan terkabul. Jadi, tak salah Anda untuk mencobanya. Tapi jangan syirik loh.
Kemudian ada juga tentang sejarah nyaris tengelamnya masjid itu pada zaman dahulu. Meskipun semua tempat dan rumah penduduk yang ada di sekitarnya hampir semuanya terendam banjir, tapi masjid itu terhindar dari bencana.
Menariknya, tempo itu ketinggian air sempat merendam rumah yang umumnya berpanggung. Tapi ketika air banjir mendekati masjid, air itu selalu membelok ke arah bawah. Air tak pernah masuk ke dalam masjid. Hal itu disaksikan sendiri oleh Muhammad Ali.
Sekedar tambahan saja, bentuk arsitektur bangunan masjid Jami’ Air Tiris, Kampar akan terus dipertahankan terus bentuk keaslianny. Jika Anda sampai di sana, dinding masjid terbuat dari papan berukir akan Anda temui. Bahkan tiang empatnya masih ada bekas tarahan seperti awal pembangunannya.
Oleh masyarakat tempatan, masjid ini dianggap keramat. Tak heran, hingga kini banyak wisatawan baik lokal, Nusantara atau mancanegara yang berkunjung ke sana. Dari lua negeri, umunya wisatawan tersebut berasal dari Singapura dan Malaysia.
Para wisatawan ini sengaja datang ke Masjid Jami tersebut untuk membayar nazar dan sekalian mandi di sumur yang konon mengandung mistik. Umumnya wisatawan banyak mengunjungi asjid ini pada saat Ramadhan dan pada hari raya Puasa Enam.
Di masjid yang didirikan masyarakat Air Tiris yang waktu itu dipimpin Engku Mudo Sangkal (seorang yang sangat dihormati dan panutan kampung), para wisatawan, khususnya yang Islam selalu menyempatkan diri untuk shalat. Dan tak heran, pada waktu tertentu tersebut, suasana di dalam masjid dan sekitar masjid selalu ramai sebagaimana arti Jami’ sendiri adalah ramai atau selalu ramai atau selalu dikunjungi.
Begitulah sekilas tentang sejarah dan misteri Masjid Jami’ Air Tiris. Jadi, jika Anda berkunjung ke Kabupaten Kampar, jangan lupa singgah ke Masjid Jami”. Rasanya tak lengkap jika tak mengunjunginya meskipun hanya sejenak. Amien-NWR (lihat fotonya di bawah)
Senin, 01 Agustus 2011
Masjid Raya Pekanbaru Ala Arsitek Timur Tengah
Bila Anda berkunjung ke Pekanbaru, belum pas rasanya bila tidak singgah ke Masjid Raya. Masjid ini penuh dengan sejarah kejayaan Islam masa lampau dan dibangun masyarakat Pekanbaru dengan cara swadaya. Namun menilik ke belakang, kehadiran masjid ini tidak terlepas dari turut andilnya Kesultanan Siak Sri Indrapura.
Masjid Raya Pekanbaru ini, tempatnya berada di Kecamatan Senapelan, salah satu sudut kota tertua di Ibukota Provinsi Riau itu. Letaknya bangunan masjid ini, di atas perbukitan kecil yang sayap sebelah kanannya terdapat makam Sultan Siak yakni Sultan Abdul Jalil pemimpin kerajaan IV dan Sultan Mahmud Ali anaknya sebagai pemangku kerajaan ke V. Antara anak dan ayahnya ini memiliki kekuasaan sekitar tahun 1778 hingga 1782.
Letak makam kerajaan ini hanya sekitar 10 meter dari bangunan masjid tersebut. Di depan makam ini, ada seonggok batu, sebagai pertanda bukti sejarah bahwa dulunya disitulah bangunan masjid pertama yang didirikan kesultanan Siak. Lokasi masjid ini hanya sekitar 100 meter dari bibir sungai Siak yang tercatat sebagai sungai terdalam di Indonesia.
Setelah runtuhnya masjid milik Kesultanan Siak, sekitar 40 depa atau langkah dari lokasi masjid yang dibangun sultan, didirikan Masjid Raya. Masjid Raya ini dibangun pertama kalinya dengan dana swadaya masyarakat Pekanbaru pada tahun 1928 silam. Jadi sebenarnya Masjid Raya itu bukan dibangun semasa Kesultanan Siak.
Selama ini banyak masyarakat termasuk media massa terjebak dalam sejarah yang salah. Masjid Raya Pekanbaru selalu disebut-sebut dibangun semasa Kesultanan Siak atau di era abad ke 17. Padahal asumsi semua itu sebenarnya salah. Dulu memang di sekitar Masjid Raya yang sekarang ini berdiri megah itu, ada bangunan masjid milik Kesultanan Siak. Namun jauh sebelum kemerdekaan, masjid bangunan itu telah termakan usia.
Saat Masjid Raya dibangun, kerajaan Siak kala itu telah perpusat dibagian hilir sungai Siak, yang sekarang menjadi Kabupaten Siak, di Riau. Namun sebelum sultan ke V wafat, dia sempat berwasiat pada masyarakat sekitarnya, bahwa masjid yang dia bangun, sebaiknya diperbesar lagi agar dapat menampung jamaah yang lebih banyak.
Pesan terakhir sultan inilah yang menjadi panutan masyarakat, yang akhirnya dibangun masjid yang jaraknya hanya 13 meter dari Masjid Sultan itu. Kala itu masjid ini berdiri dengan luas bangunan hanya sekitar 8x8 meter.
Tahun demi tahun, masjid ini terus direnovasi untuk diperluas. Hingga pada tahun 2008, masjid ini mendapat bantuan dana dari Pemerintah Provinsi Riau lebih dari Rp 100 miliar untuk melakukan perbaikan di sana sini. Dana sebanyak itu tidak hanya untuk bangunan masjid saja, namun untuk mengganti rugi tanah milik masyarakat sekitarnya.
Kini bangunan masjid yang kondisinya masih dalam renovasi yang diperkirakan baru akan selesai pada tahun 2012 mendatang itu, memiliki luas bangunan 36 m x 40 m dengan dua lantai. Bangunan masjid itu kini berdiri di atas tanah seluas 3 hektar. Bangunan ini akan memiliki halaman parkir di sebelah selatan dan akan memiliki taman sebelah utara sampai menuju ke Sungai Siak.
"Ke depan, masjid ini akan memimiliki halaman yang cukup luas. Selama ini halaman masjid sangat terbatas sekali. Dengan bantuan Pemprov Riau, masjid ini akan menjadi salah satu andalan mayarakat Riau sebagai masjid yang penuh dengan sejarah," kata pengurus Masjid Raya, Sofyan Hamid (61) dalam perbincangan dengan detikramadan.
Masjid ini memiliki arsitektur bergaya Timur Tengah. Bila dilihat dari konsep halaman yang luas, masjid ini menyerupai Masjidil Haram. Bila dilihat dari hiasan yang melekat pada sisi banguan luarnya, arsitekturnya bergaya Timur Tengah.
Kondisi masjid saat ini, memang belum tampak sempurna. Lapisan dindingnya masih terlihat sejumlah ukiran kaligrafi yang belum usai. Sedangkan di dalam bangunan masjid, terdapat sekitar 40 pilar yang sebagai penyangga untuk lantai dua.
Ada enam piliar di dalam bangunan masjid yang terlihat tidak menyangga ke lantai dua. Pilar ini sengaja dipertahankan sebagai bukti sejarah bahwa pilar tersebut merupakan tiang awal dibangunnya masjid ini tanpa ada besinya.
"Dulu saat masjid ini dibangun, tidak menggunakan tulang besi sebagai pertahanannya. Itu sebabnya, masjid ini terpaksa direnovasi untuk memperindahnya kembali. Namun pilar ditengah bangunan tidak kami rubuhkan karena itu merupakan bukti sejarah awal berdirinya masjid tersebut," kata Sofyan.
Di bagian depan masjid yang telah menyeberang jalan, terdapat bangunan madrasah berlantai dua dengan corak warna kekuningan. Di lokasi itu juga ada Taman Kanak-kanak Islam serta perpustakaan kecil. Bila masjid ini telah usai direnovasi, maka nantinya akan dapat menampung jamaah sekitar 3.000 orang. amin-NWR (lihat fotonya di bawah)
Masjid Raya Pekanbaru ini, tempatnya berada di Kecamatan Senapelan, salah satu sudut kota tertua di Ibukota Provinsi Riau itu. Letaknya bangunan masjid ini, di atas perbukitan kecil yang sayap sebelah kanannya terdapat makam Sultan Siak yakni Sultan Abdul Jalil pemimpin kerajaan IV dan Sultan Mahmud Ali anaknya sebagai pemangku kerajaan ke V. Antara anak dan ayahnya ini memiliki kekuasaan sekitar tahun 1778 hingga 1782.
Letak makam kerajaan ini hanya sekitar 10 meter dari bangunan masjid tersebut. Di depan makam ini, ada seonggok batu, sebagai pertanda bukti sejarah bahwa dulunya disitulah bangunan masjid pertama yang didirikan kesultanan Siak. Lokasi masjid ini hanya sekitar 100 meter dari bibir sungai Siak yang tercatat sebagai sungai terdalam di Indonesia.
Setelah runtuhnya masjid milik Kesultanan Siak, sekitar 40 depa atau langkah dari lokasi masjid yang dibangun sultan, didirikan Masjid Raya. Masjid Raya ini dibangun pertama kalinya dengan dana swadaya masyarakat Pekanbaru pada tahun 1928 silam. Jadi sebenarnya Masjid Raya itu bukan dibangun semasa Kesultanan Siak.
Selama ini banyak masyarakat termasuk media massa terjebak dalam sejarah yang salah. Masjid Raya Pekanbaru selalu disebut-sebut dibangun semasa Kesultanan Siak atau di era abad ke 17. Padahal asumsi semua itu sebenarnya salah. Dulu memang di sekitar Masjid Raya yang sekarang ini berdiri megah itu, ada bangunan masjid milik Kesultanan Siak. Namun jauh sebelum kemerdekaan, masjid bangunan itu telah termakan usia.
Saat Masjid Raya dibangun, kerajaan Siak kala itu telah perpusat dibagian hilir sungai Siak, yang sekarang menjadi Kabupaten Siak, di Riau. Namun sebelum sultan ke V wafat, dia sempat berwasiat pada masyarakat sekitarnya, bahwa masjid yang dia bangun, sebaiknya diperbesar lagi agar dapat menampung jamaah yang lebih banyak.
Pesan terakhir sultan inilah yang menjadi panutan masyarakat, yang akhirnya dibangun masjid yang jaraknya hanya 13 meter dari Masjid Sultan itu. Kala itu masjid ini berdiri dengan luas bangunan hanya sekitar 8x8 meter.
Tahun demi tahun, masjid ini terus direnovasi untuk diperluas. Hingga pada tahun 2008, masjid ini mendapat bantuan dana dari Pemerintah Provinsi Riau lebih dari Rp 100 miliar untuk melakukan perbaikan di sana sini. Dana sebanyak itu tidak hanya untuk bangunan masjid saja, namun untuk mengganti rugi tanah milik masyarakat sekitarnya.
Kini bangunan masjid yang kondisinya masih dalam renovasi yang diperkirakan baru akan selesai pada tahun 2012 mendatang itu, memiliki luas bangunan 36 m x 40 m dengan dua lantai. Bangunan masjid itu kini berdiri di atas tanah seluas 3 hektar. Bangunan ini akan memiliki halaman parkir di sebelah selatan dan akan memiliki taman sebelah utara sampai menuju ke Sungai Siak.
"Ke depan, masjid ini akan memimiliki halaman yang cukup luas. Selama ini halaman masjid sangat terbatas sekali. Dengan bantuan Pemprov Riau, masjid ini akan menjadi salah satu andalan mayarakat Riau sebagai masjid yang penuh dengan sejarah," kata pengurus Masjid Raya, Sofyan Hamid (61) dalam perbincangan dengan detikramadan.
Masjid ini memiliki arsitektur bergaya Timur Tengah. Bila dilihat dari konsep halaman yang luas, masjid ini menyerupai Masjidil Haram. Bila dilihat dari hiasan yang melekat pada sisi banguan luarnya, arsitekturnya bergaya Timur Tengah.
Kondisi masjid saat ini, memang belum tampak sempurna. Lapisan dindingnya masih terlihat sejumlah ukiran kaligrafi yang belum usai. Sedangkan di dalam bangunan masjid, terdapat sekitar 40 pilar yang sebagai penyangga untuk lantai dua.
Ada enam piliar di dalam bangunan masjid yang terlihat tidak menyangga ke lantai dua. Pilar ini sengaja dipertahankan sebagai bukti sejarah bahwa pilar tersebut merupakan tiang awal dibangunnya masjid ini tanpa ada besinya.
"Dulu saat masjid ini dibangun, tidak menggunakan tulang besi sebagai pertahanannya. Itu sebabnya, masjid ini terpaksa direnovasi untuk memperindahnya kembali. Namun pilar ditengah bangunan tidak kami rubuhkan karena itu merupakan bukti sejarah awal berdirinya masjid tersebut," kata Sofyan.
Di bagian depan masjid yang telah menyeberang jalan, terdapat bangunan madrasah berlantai dua dengan corak warna kekuningan. Di lokasi itu juga ada Taman Kanak-kanak Islam serta perpustakaan kecil. Bila masjid ini telah usai direnovasi, maka nantinya akan dapat menampung jamaah sekitar 3.000 orang. amin-NWR (lihat fotonya di bawah)
Sekilas Tentang Desa Wisata Buluh Cina
Bagi Anda yang suka berwisata, tak salah jika Anda bertandang ke Buluh Cina. Desa Wisata yang terdapat di Kabupaten Kampar, Riau ini menyimpan beragam pesona alam dan budaya yang tak ternilai.
Untuk sampai ke desa tersebut, tentunya tak memakan waktu lama. Jaraknya dari ibukota Provinsi Riau, Pekanbaru hanya sekitar 25 kilometer jalan darat.
Dari pusat kota Pekanbaru, Anda akan melewati jalan Kaharuddin Nasution menuju Simpang Tiga Pandau. Nah, begitu sampai di pertigaan jalan (lampu merah) jalan Kaharuddin Nasution-Jalan Pasir Putih, Anda tinggal membelok ke kiri, yakni ke jalan Pasir Putih.
Sekitar sepuluh kilometer kemudian, tepatnya setelah markas Arhanudse, Anda akan bertemu dengan gapura besar. Sekarang, Anda hanya lurus saja, jangan mengikuti jalan besar lagi.
Nah, melewati gapura besar itu, sekitar satu setengah kilometer, Anda akan kembali bertemu dengan sebuah gapura di sebelah kanan jalan. Itulah gapura menuju Desa Wisata Buluh Cina. Gampang dan dekat, kan?
Lalu apa saja yang bisa dinikmati di desa yang ada di tepian Sungai Kampar itu? Tentu banyak yang bisa dinikmati. Selain dapat menikmati pesona alam dengan pepohonan dan sungai serta suasana perkampungan dengan penduduknya yang ramah, Anda juga bisa memancing ikan. Kalau lagi untung, bisa saja Anda mendapat ikan besar. Seperti ikan Patin, ikan Baung, dan jenis ikan khas Sungai Kampar lainnya.
Selain itu, di sana juga bisa Anda temukan Danau di tengah hutan. Ikan di tasik itu juga cukup banyak loh. Pokoknya, Desa Wisata Buluh Cina merupakan lokasi atau tempat wisata yang mengasyikkan. Jangan takut, budaya menghargai dan menghormati pendatang sudah menjadi bahagian kehidupan warga di sana.
Desa Buluh Cina sendiri terdiri dari dua bagian. Keduanya dibelah oleh aliran sungai Kampar. Nah untuk menghubungkan kedua belahan desa ini, ada “kapal roro” mini bernama Tilan. Kapal inilah yang bolak balik mengantar orang dan barang menyeberangi sungai.
Untuk pengganti biaya operasional, setiap orang dipungut biaya Rp 2.000 sekali menyeberang. Tapi jika orang tersebut membawa sepeda motor, ongkosnya Rp 3.000 sekali menyeberang.
Aktivitas keseharian warga desa Bulu Cina sendiri beragam. Mulai dari bertani, berkebun, pencari hasil hutan, pencari ikan alias nelayan sungai hingga peternak ikan sungai. Makanya, di sana Anda juga akan menjumpai kerambah ikan yang banyak mengapung di tepian sungai Kampar. Yang pasti, jika Anda ada waktu luang, bertandanglah ke Desa Wisata itu.
Jika membawa keluarga, Anda juga tak perlu ragu. Soalnya, di sana juga ada taman rekreasi dengan museum mininya. Jika Anda datang pada saat berlangsung pesta pacu sampan, justru lebih seru lagi. Tapi, pesta budaya itu hanya sekali setahun dilangsungkan. amin-NWR (lihat fotonya di bawah)
Untuk sampai ke desa tersebut, tentunya tak memakan waktu lama. Jaraknya dari ibukota Provinsi Riau, Pekanbaru hanya sekitar 25 kilometer jalan darat.
Dari pusat kota Pekanbaru, Anda akan melewati jalan Kaharuddin Nasution menuju Simpang Tiga Pandau. Nah, begitu sampai di pertigaan jalan (lampu merah) jalan Kaharuddin Nasution-Jalan Pasir Putih, Anda tinggal membelok ke kiri, yakni ke jalan Pasir Putih.
Sekitar sepuluh kilometer kemudian, tepatnya setelah markas Arhanudse, Anda akan bertemu dengan gapura besar. Sekarang, Anda hanya lurus saja, jangan mengikuti jalan besar lagi.
Nah, melewati gapura besar itu, sekitar satu setengah kilometer, Anda akan kembali bertemu dengan sebuah gapura di sebelah kanan jalan. Itulah gapura menuju Desa Wisata Buluh Cina. Gampang dan dekat, kan?
Lalu apa saja yang bisa dinikmati di desa yang ada di tepian Sungai Kampar itu? Tentu banyak yang bisa dinikmati. Selain dapat menikmati pesona alam dengan pepohonan dan sungai serta suasana perkampungan dengan penduduknya yang ramah, Anda juga bisa memancing ikan. Kalau lagi untung, bisa saja Anda mendapat ikan besar. Seperti ikan Patin, ikan Baung, dan jenis ikan khas Sungai Kampar lainnya.
Selain itu, di sana juga bisa Anda temukan Danau di tengah hutan. Ikan di tasik itu juga cukup banyak loh. Pokoknya, Desa Wisata Buluh Cina merupakan lokasi atau tempat wisata yang mengasyikkan. Jangan takut, budaya menghargai dan menghormati pendatang sudah menjadi bahagian kehidupan warga di sana.
Desa Buluh Cina sendiri terdiri dari dua bagian. Keduanya dibelah oleh aliran sungai Kampar. Nah untuk menghubungkan kedua belahan desa ini, ada “kapal roro” mini bernama Tilan. Kapal inilah yang bolak balik mengantar orang dan barang menyeberangi sungai.
Untuk pengganti biaya operasional, setiap orang dipungut biaya Rp 2.000 sekali menyeberang. Tapi jika orang tersebut membawa sepeda motor, ongkosnya Rp 3.000 sekali menyeberang.
Aktivitas keseharian warga desa Bulu Cina sendiri beragam. Mulai dari bertani, berkebun, pencari hasil hutan, pencari ikan alias nelayan sungai hingga peternak ikan sungai. Makanya, di sana Anda juga akan menjumpai kerambah ikan yang banyak mengapung di tepian sungai Kampar. Yang pasti, jika Anda ada waktu luang, bertandanglah ke Desa Wisata itu.
Jika membawa keluarga, Anda juga tak perlu ragu. Soalnya, di sana juga ada taman rekreasi dengan museum mininya. Jika Anda datang pada saat berlangsung pesta pacu sampan, justru lebih seru lagi. Tapi, pesta budaya itu hanya sekali setahun dilangsungkan. amin-NWR (lihat fotonya di bawah)
Langganan:
Postingan (Atom)