Senin, 01 Agustus 2011

Masjid Raya Pekanbaru Ala Arsitek Timur Tengah

Bila Anda berkunjung ke Pekanbaru, belum pas rasanya bila tidak singgah ke Masjid Raya. Masjid ini penuh dengan sejarah kejayaan Islam masa lampau dan dibangun masyarakat Pekanbaru dengan cara swadaya. Namun menilik ke belakang, kehadiran masjid ini tidak terlepas dari turut andilnya Kesultanan Siak Sri Indrapura.

Masjid Raya Pekanbaru ini, tempatnya berada di Kecamatan Senapelan, salah satu sudut kota tertua di Ibukota Provinsi Riau itu. Letaknya bangunan masjid ini, di atas perbukitan kecil yang sayap sebelah kanannya terdapat makam Sultan Siak yakni Sultan Abdul Jalil pemimpin kerajaan IV dan Sultan Mahmud Ali anaknya sebagai pemangku kerajaan ke V. Antara anak dan ayahnya ini memiliki kekuasaan sekitar tahun 1778 hingga 1782.

Letak makam kerajaan ini hanya sekitar 10 meter dari bangunan masjid tersebut. Di depan makam ini, ada seonggok batu, sebagai pertanda bukti sejarah bahwa dulunya disitulah bangunan masjid pertama yang didirikan kesultanan Siak. Lokasi masjid ini hanya sekitar 100 meter dari bibir sungai Siak yang tercatat sebagai sungai terdalam di Indonesia.

Setelah runtuhnya masjid milik Kesultanan Siak, sekitar 40 depa atau langkah dari lokasi masjid yang dibangun sultan, didirikan Masjid Raya. Masjid Raya ini dibangun pertama kalinya dengan dana swadaya masyarakat Pekanbaru pada tahun 1928 silam. Jadi sebenarnya Masjid Raya itu bukan dibangun semasa Kesultanan Siak.

Selama ini banyak masyarakat termasuk media massa terjebak dalam sejarah yang salah. Masjid Raya Pekanbaru selalu disebut-sebut dibangun semasa Kesultanan Siak atau di era abad ke 17. Padahal asumsi semua itu sebenarnya salah. Dulu memang di sekitar Masjid Raya yang sekarang ini berdiri megah itu, ada bangunan masjid milik Kesultanan Siak. Namun jauh sebelum kemerdekaan, masjid bangunan itu telah termakan usia.

Saat Masjid Raya dibangun, kerajaan Siak kala itu telah perpusat dibagian hilir sungai Siak, yang sekarang menjadi Kabupaten Siak, di Riau. Namun sebelum sultan ke V wafat, dia sempat berwasiat pada masyarakat sekitarnya, bahwa masjid yang dia bangun, sebaiknya diperbesar lagi agar dapat menampung jamaah yang lebih banyak.

Pesan terakhir sultan inilah yang menjadi panutan masyarakat, yang akhirnya dibangun masjid yang jaraknya hanya 13 meter dari Masjid Sultan itu. Kala itu masjid ini berdiri dengan luas bangunan hanya sekitar 8x8 meter.
Tahun demi tahun, masjid ini terus direnovasi untuk diperluas. Hingga pada tahun 2008, masjid ini mendapat bantuan dana dari Pemerintah Provinsi Riau lebih dari Rp 100 miliar untuk melakukan perbaikan di sana sini. Dana sebanyak itu tidak hanya untuk bangunan masjid saja, namun untuk mengganti rugi tanah milik masyarakat sekitarnya.

Kini bangunan masjid yang kondisinya masih dalam renovasi yang diperkirakan baru akan selesai pada tahun 2012 mendatang itu, memiliki luas bangunan 36 m x 40 m dengan dua lantai. Bangunan masjid itu kini berdiri di atas tanah seluas 3 hektar. Bangunan ini akan memiliki halaman parkir di sebelah selatan dan akan memiliki taman sebelah utara sampai menuju ke Sungai Siak.

"Ke depan, masjid ini akan memimiliki halaman yang cukup luas. Selama ini halaman masjid sangat terbatas sekali. Dengan bantuan Pemprov Riau, masjid ini akan menjadi salah satu andalan mayarakat Riau sebagai masjid yang penuh dengan sejarah," kata pengurus Masjid Raya, Sofyan Hamid (61) dalam perbincangan dengan detikramadan.

Masjid ini memiliki arsitektur bergaya Timur Tengah. Bila dilihat dari konsep halaman yang luas, masjid ini menyerupai Masjidil Haram. Bila dilihat dari hiasan yang melekat pada sisi banguan luarnya, arsitekturnya bergaya Timur Tengah.

Kondisi masjid saat ini, memang belum tampak sempurna. Lapisan dindingnya masih terlihat sejumlah ukiran kaligrafi yang belum usai. Sedangkan di dalam bangunan masjid, terdapat sekitar 40 pilar yang sebagai penyangga untuk lantai dua.
Ada enam piliar di dalam bangunan masjid yang terlihat tidak menyangga ke lantai dua. Pilar ini sengaja dipertahankan sebagai bukti sejarah bahwa pilar tersebut merupakan tiang awal dibangunnya masjid ini tanpa ada besinya.

"Dulu saat masjid ini dibangun, tidak menggunakan tulang besi sebagai pertahanannya. Itu sebabnya, masjid ini terpaksa direnovasi untuk memperindahnya kembali. Namun pilar ditengah bangunan tidak kami rubuhkan karena itu merupakan bukti sejarah awal berdirinya masjid tersebut," kata Sofyan.

Di bagian depan masjid yang telah menyeberang jalan, terdapat bangunan madrasah berlantai dua dengan corak warna kekuningan. Di lokasi itu juga ada Taman Kanak-kanak Islam serta perpustakaan kecil. Bila masjid ini telah usai direnovasi, maka nantinya akan dapat menampung jamaah sekitar 3.000 orang. amin-NWR (lihat fotonya di bawah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar