AHAD itu sekira pukul 07.00 WIB. Semua peserta helat budaya dengan tema ‘’Menghulu Bokor Muliakan Nilai’’ yang terdiri dari kelompok seni dari berbagai daerah di Riau serta negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand berkumpul di pelabuhan kecil kampung Bokor untuk memulai petualangan. Sebuah perjalanan yang diberi nama wisata sungai menuju lokasi Mate Suruk (mata air yang tak pernah kering-demikian warga tempatan mempercayainya) yang akan ditempuh selama kurang lebih satu jam dengan bersampan-sampan ria.
Pagi yang cerah. Semua peserta terlihat tidak sabar untuk memulai perjalanan. Apalagi wisata sungai yang dimaksud jarang sekali dilaksanakan, meski Riau merupakan negeri yang dianugerahi sungai-sungai besar seperti Sungai Siak, Indragiri, Rokan dan Kampar. Bahkan setiap negeri, baik kawasan daratan maupun kepulauan/pesisir memiliki sungai masing-masing yang menjadi sumber penghidupan masyarakat pendukungnya. Salah satu sungai itu adalah Sungai Bokor nan eksotik dengan apitan hutan bakau yang lebat.
Belasan perahu yang sudah dipersiapkan terombang-ambing dimainkan riak kecil, diciptakan angin di tepian sungai, disela-sela raungan mesin kapal kayu. Beberapa warga kampung juga terlihat sibuk mengangkat barang dagangannya untuk dibawa dengan kapal tersebut. Barang-barang dagangan berupa durian, manggis, cempadak dan sebagainya itu segera diangkut ke Selatpanjang untuk dijajakan. Buah-buah nan ranum itu tentunya mengundang selera semua peserta Bokor Riviera karena mereka juga hendak diajak langsung memetik buah di kebunnya.
Ketidaksabaran itu terlihat saat mereka dipersilahkan pedayung menaiki perahu yang akan mereka kemudikan. Langkah bergegas dan saling berebutan menjadi pemandangan yang menggelikan. Ditingkah pula dengan tawa riang sesama mereka untuk bisa berada di satu perahu karena hanya berkapasitas untuk 5-6 orang saja. Bahkan belasan anak seusia sekolah dasar (SD), yang juga menjadi salah satu peserta Fiesta Bokor Riviera terlihat tak mau ketinggalan dan menaiki perahu dengan gembira. Satu persatu, sampan pun di kayuh, meninggalkan hiruk-pikuk pelabuhan kecil tersebut.
‘’Ini baru namanya berwisata. Kita dibawa menyusuri sungai untuk menikmati alam Bokor yang eksotik. Sungguh ini sebuah perjalanan yang bagi saya sangat menyenangkan. Ini konsep wisata alam disenangi banyak wisatawan, terutama wisatawan manca negara,’’ ulas Pimpinan PT FIK Tour and Travel, Ake Rahayu, salah satu pihak travel agen yang ambil bagian pada helat budaya itu.
Mendengar ungkapan yang melompat begitu saja dari mulut Ake, salah seorang pemandu perjalanan, Atoy langsung menimpali, ‘’Ini baru awal dan nanti kita akan masuk jauh ke dalam anak-anak sungai yang menusuk ke ceruk-ceruk hutan bakau. Akan tambah menyenangkan. Belum pernah kan?’’ katanya menantang, sembari menunjuk satu rumah batu bercat putih yang disebutnya sebagai tempat pengasingan orang-orang penyakit kusta yang sudah disana sejak zaman Jepang.
Beberapa ekor beruk/monyet bergelantungan di dahan-dahan bakau, berteriak-teriak lantang seakan menyambut para wisatawan dengan keramahannya. Burung elang dan lainnya terlihat terbang rendah dan sesekali hinggap di ranting-ranting. Suasana itu menambah keceriaan pagi yang damai. Keceriaan itu kian bertambah mengasyikkan saat perahu yang membawa anak-anak tadi bernyanyi dan melepas tawa keluguannya.
Seakan tidak terbersit di benak mereka bahwa perjalanan itu, meski menyenangkan juga sewaktu-waktu menyimpan bahaya. Apalagi tidak satupun dari mereka yang bisa berenang, jika perahu oleng atau terbalik. Namun semua ketakutan itu seakan terabaikan begitu saja.
‘’Tak lama lagi, kita akan masuk ke anak sungai untuk mencapai Mate Suruk. Di ujung anak sungai itu nanti kita akan sampai ke tujuan utama kita, kebun durian. Hari ini kita akan berpesta durian Bokor sepuasnya,’’ tambah Atoy.
Benar saja, satu persatu perahu memasuki anak sungai yang dimaksudkan. Makin lama, anak sungai itu makin mengecil bahkan hanya bisa dilalui satu perahu saja. Belasan perahu pun berjejer, mengikuti lekuk-lekuk sungai berair payau tersebut. Semakin kecil lintasannya, semakin sulit perjalanan itu ditempuh. Ditambah lagi air yang kian dangkal dengan akar bakau yang melintang kesana-kemari. Wajah-wajah yang ceria tampak tegang. Namun hanya beberapa saat, meski dengan susah payah sampai juga ke tujuan. ‘’Untung saja air masih pasang, jadi kita bisa berkayuh. Kalau surut, terpaksa kita berjalan di atas lumpur,’’ teriak salah seorang pendayung perahu lainnya.
Sesampainya ke lokasi, semua yang ada di atas perahu melompat ke air sungai sedalam lutut orang dewasa. Wajah keceriaan mulai terpancar saat menyaksikan puluhan pohon durian dengan buah yang bergantungan di ujung-ujung ranting. Bahkan tawa mereka kian merekah saat melihat ratusan durian, manggis dan cempedak diletakkan begitu saja di atas sebuah meja untuk segera di santap bersama.
Ketua Panitia Fiesta Bokor Riviera, Sopandi SSos menjelaskan, transaksi di kebun durian itu mencapai Rp4 juta dan masyarakat benar-benar terbantu karenanya. Sehingga mereka tidak perlu lagi, mengangkut dagangannya ke Selatpanjang sekitarnya untuk dijual. ‘’Inilah yang kami inginkan. Kampung kami dikenal kian luas dengan berbagai kekayaan yang dimilikinya. Kalau tidak kami mulai sekarang kapan lagi,’’ ulasnya menegaskan.
Lebih menarik lagi, saat kembali ke pelabuhan Bokor di sore harinya, warga Bokor sekitarnya tampak memadati tepian sungai. Mereka terlihat antusias menyaksikan lomba lari di atas tual sagu yang berjejer dipermukaan sungai. Seru, kocak dan menyenangkan. ‘’Ini salah satu dari agenda kita. Lomba lari di atas tual sagu yang tidak dilaksanakan di daerah lain,’’ tambah Sopandi.
Pesta Budaya yang Melenakan
Sebagai salah satu daerah kepulauan, Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki kearifan yang luar biasa dan sampai hari ini belum semua kearifan-kearifan tersebut yang terkelola dan terpublikasi secara baik. Sungai Bokor misalnya. Sungai yang berada di Pulau Rangsang ini menyimpan banyak sekali catatan sejarah dan kejayaan peradaban Melayu masa lampau yang sampai saat ini belum terlestarikan.
Fiesta Bokor Riviera 2011 ini sendiri dilaksanakan Dewan Kesenian Kepulauan Meranti bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kepulauan Meranti di Desa Bokor, Kecamatan Rangsang Barat. Sebuah kawasan terbaik di hulu Sungai Bokor.
Lokasinya bisa ditempuh menggunakan kapal kayu atau pompong dengan jarak tempuh sekitar 40-45 menit dari pelabuhan Kota Selatpanjang. Selain dua institusi di atas, pelaksanaan helat budaya level Asean tersebut juga tidak lepas dari peran serta Budayawan Riau, Yusmar Yusuf selaku penggagas dan Sanggar Bathin Galang sebagai pelaksana kegiatan.
Kerja sama yang baik antara semua pihak tersebut menjadi faktor utama suksesnya pelaksanaan Fiesta Bokor Riviera 2011 lalu. Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuh-kembangkan minat dan bakat para insan seni dalam memahami dan melestarikan budaya, sekaligus untuk membuka wawasan terhadap seni kekinian. Dialog antara seni musik, teater, sastra dan semacamnya ini jelas akan meningkatkan daya apresiasi masyarakat. Paling tidak, kegiatan ini dapat menjadikan Kepulauan Meranti secara umum sebagai salah satu pusat kebudayaan Melayu di Riau. Secara otomatis, kegiatan ini dapat pula meningkatkan perekonomian masyarakat tempatan.
Sebagai sebuah upaya positif, baik untuk mengembangkan kebudayaan Melayu, maka pada sore harinya berbagai permainan rakyat pun digelar. Lebih menarik dan ditunggu-tunggu tentu saja menampilan grup-grup seni, baik tradisi maupun modren dari berbagai daerah Riau dan negara tetangga di atas panggung utama di lapangan sepakbola Bokor. Selain komunitas lokal seperti Sanggar Bathin Galang, tampil pula dua grup tradisi suku Akit dengan Joget Sonde dan Kedubang. Tidak ketinggalan grup asal Malaysia dengan Fauziah Gambus serta grup Thaisawan Songkla asal Thailand.
Ribuan orang yang memadati lapangan pada malam harinya benar-benar mendapatkan tontonan luar biasa. Bahkan Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti, Irwan Nasir tak dapat menahan diri untuk naik ke atas panggung dan bernyanyi. Penonton juga dibuat ter pingkal-pingkal menyaksikan penampilan drama anak-anak asal Sanggar Keletah Budak Pekanbaru yang membawakan cerita Batang Tuaka (cerita rakyat Inhu) dengan pola pemanggungan teater tradisi Melayu Mak Yong. Pembacaan puisi oleh penyair Samson Rambah Pasir (Kepri) dan Jefri al Malay (Bengkalis).
Masih banyak lagi penampilan-penampilan grup seni dari berbagai daerah yang tentunya memberikan hal baru bagi masyarakat tempatan dan sekitarnya.
‘’Sebelumnya kampung kami ini sepi dari pesta-pesta semacam ini dan kami sangat suka. Ditambah lagi, kami bisa berjualan dan mendapatkan penghasilan lebih,’’ ungkap salah seorang Kepala Rukun Tetangga (RT) di kampung itu M Yazid.
Kemasan kegiatan digelar secara alami dan ratusan peserta undangan tidak diinapkan di hotel melainkan di rumah-rumah warga. Pola home stay semacam ini juga cukup baik sehingga antara peserta dan warga dapat saling berinteraksi secara alami pula.
‘’Agenda budaya dan wisata semacam ini sangat menjanjikan dan perlu menjadi perhatian kita bersama. Namun masih banyak hal yang perlu ditingkatkan lagi seperti memaksimalkan sarana-prasarana angkutan dan semacamnya,’’ jelas Ake Rahayu yang mengaku sangat terpukau dengan alam Bokor.
Kades Sonde, T Hasan yang bertindak sebagai Pimpinan Grup Joget Sonde sangat bersyukur dengan adanya kegiatan tersebut. Paling tidak, kelompok seni Suku Akit yang dibinanya sejak 1970-an itu bisa tampil sepanggung dengan grup-grup daerah lain, bahkan negara tetangga.
‘’Kami sangat berterima kasih pada panitia acara yang mau mengundang kami dalam kegiatan ini. Kami berharap tahun depan, kegiatan serupa tetap dilaksanakan. Minimal, kegiatan ini membuat usia Joget Sonde kian bertambah,’’ terangnya.
Pada penutupan acara, Bupati Kepulauan Meranti, Irwan Nasir menegaskan, pemerintah kabupaten sangat berbangga hati atas pelaksanaan kegiatan Fiesta Bokor Riviera ini dan mendukung penuh agar kegiatan tersebut menjadi agenda tahunan. Tidak hanya itu, Irwan juga mendorong kampung-kampung lainnya untuk melakukan hal serupa sehingga kebudayaan Melayu dan pariwisata bahari di daerah itu dapat mendatangkan banyak wisatawan dari berbagai daerah dan negara. Paling tidak, helat budaya ini dapat meningkatkan perekonomian masyarakat tempatan.
‘’Kami mencanangkan Bokor menjadi kampung wisata dan berharap terus membenahi berbagai kekurangannya. Pemerintah akan men-support agar kegiatan ini terus dilaksanakan setiap tahunnya dan diikuti oleh kampung-kampung disekitarnya,’’ ungkapnya panjang lebar.
Pernyataan serupa juga dilontarkan Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Riau, RM Yamin. Dikatakannya, sebagai negeri yang berazam menjadi pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara, Riau perlu memperbanyak kegiatan-kegiatan serupa. Sehingga program pembinaan masyarakat benar-benar sampai ke masyarakat paling bawah. Karenanya, Yamin meminta semua pihak untuk saling mendukung agar terwujudnya hal tersebut.
‘’Tanpa dukungan masyarakat, pemerintah tidak -bisa berbuat apa-apa. Sinergi pemerintah, berbagai pihak termasuk swasta sangat diharapkan,’’ tambahnya meyakinkan disela-sela kegiatan yang bertepatan dengan musim buah tersebut.
Bokor nan Eksotik
Ransang adalah pulau yang unik di Kepulauan Meranti. Jika Merbau dijuluki tanah tua, maka Ransang adalah tanah embun di Negeri Fajar tersebut. Kalau di Pulau Tebing Tinggi kita banyak menemukan ikon negeri itu yakni sagu, di Ransang tak hanya ada rumbia, tapi lebih dari itu.
Jika kita berjalan ke kampung-kampung lainnya di sekitar Bokor, maka lintasan-lintasan pemandangan yang dijumpai sungguh menyentuh dawai perasaan atau hati. Ada kebun getah, kelapa, kopi, pinang, kakao, saka, hingga taman padi yang permai diselingi panggung-panggung kecil tempat beristirahat. Kebun-kebun ini silih berganti dan kadang menyatu dalam sebuah komposisi yang unik ibarat sebuah lukisan. Di Ransang, kita merasakan nafas Meranti yang berbeda.
Pohon buah-buahan pun begitu mudah dijumpai. Mulai dari yang biasa seperti cempedak, manggis, jambu, langsat dan duku, hingga buah-buahan rimba yang sudah mulai langka seperti tampui, buah kundang (mirip anggur), paye (seperti salak tapi lebih kecil), pulas, lekop, sentul, semprung (seperti duku tapi agak besar) dan lain sebagainya. Batang-batang durian raksasa tumbuh di mana-mana, tinggi menjulang, menjilat angkasa. Belum lagi ada kebun durian tua di hulu sungai serta keindahan hutan bakau (mangrove) yang memukau.
‘’Jadi, selain menyajikan beberapa kegiatan dalam Fiesta Bokor Riviera seperti puisi, teater, lomba lukis, seni tari dan seni musik, para pengunjung juga dapat menikmati buah-buahan dan keindahan Bokor ataupun desa-desa lain di Pulau Ransang,’’ tutur Pandi yang juga giat menyiarkan helat ini di grup facebook, Fiesta Bokor Riviera. nwr-rpc****(fotonya ada di bawah)
Minggu, 07 Agustus 2011
Kamis, 04 Agustus 2011
Misteri di Masjid Jami' Air Tiris Kampar
Kabupaten Kampar merupakan salah satu daerah di Provinsi Riau yang memiliki banyak objek wisata. Mulai dari wisata alam, budaya hingga religi atau rohani. Nah, jika Anda berwisata ke bumi “Serambi Mekkah”-nya Riau itu, jangan lupa bertandang ke Masjid Jami di jalan Pasar Usang desa Tanjung Barulak, kecamatan Kampar.
Cerita tentang Islam pun akan “mengalir” dari bangunan yang dibangun pada masa penjajahan Belanda, tepatnya tahun 1901 Masehi. Rumah ibadah ini memiliki banyak keunikan. Semua bahan bangunannya berasal dari kayu. Dalam pembangunannya, sama sekali tidak menggunakan paku, melainkan hanya pasak kayu.
Muhammad Ali selaku salah seorang pengurus Masjid Jami' Air Tiris pun mulai membuka pembicaraan dengan Nuansa Wisata Riau. Menurutnya, di balik keunikan arsitek bangunannya, masjid tersebut ternyata memiliki banyak kisah menarik. Termasuk kisah mengandung unsur “mistik”.
Dan sampai era kemerdekaan sekarang ini, keberadaan masjid tersebut masih menjadi sebuah misteri yang tak terpecahkan. Anehnya, meskipun telah beberapa kali dilakukan penelitian, namun misteri itu belum terpecahkan juga.
Alkisah, dia pun menuturkan sekilas tentang sejarah masjid yang kini jadi salah satu objek wisata unggulan Kabupaten Kampar. Disebutkan, pada zaman penjajahan tempo doeloe, Belanda sempat beberapa kali berusaha membakar masjid tersebut. Namun upaya jahat itu tak pernah berhasil.
Rasanya tak mungkin Belanda tidak bisa membumihanguskan masjid bersejarah itu. Apalagi mengingat kekuatan dan armada mereka (Belanda) yang kala itu sangat mumpuni. Artinya dengan kekuatan yang dimiliki Belanda saat itu, sebenarnya mereka sangta gampang untuk menmbakar masjid itu. Tapi itu tak bisa dilakukan. Inilah yang hingga kini masih misteri.
Selain keunikan masjid, tetunya ada lagi yang cukup mendapat perhatian bagi setiap saja yang berkunjung ke masjid tersebut. Di sana akan ditemui sebuah bak air tempat tempat wudhu. Di dalam bak ini terdapat batu berbentuk kepala kerbau.
Konon, batu besar berbentuk kepala kerbau itu selalu berpindah-pindah posisi. Kadang posisinya berada di sudut tertentu, kemudian sudah berganti posisi ke sudut lain tanpa ada yang memindahkannya. Ya, sepertinya agak mengandung mistik.
Muhammad Ali juga mengakui hal itu. Bahkan dia mengaku pernah suatu ketika mendapati batu berbentuk kepala kerbau itu sudah berad di dalam sumur masjid berkedalaman delapan meter. Setelah itu, beberapa hari kemudian, batu ini sudah kembali ke atas.
Dia sendiri tak yakin ada orang yang sengaja memindahkannya dari dalam sumur ke atas. Soalnya batu itu lumayan berat mencapai puluhan kilogram. Jadi, rasanya tak mungkin orang segampang itu memindah-midahkannya. Apalagi, peristiwa seperti itu berulang kali terjadi sejak dulu. Ringkasnya, batu berbentuk kepala kerbau itu selalu berpindah-pindah.
Selain itu, air bening yang ada di bak yang di dalamnya terdapat batu berbentuk kepala kerbau itu juga memiliki cerita mitos. Percaya atau tidak, konon siapa saja yang meminum atau mengusap air itu untuk maksud tertentu, akan terkabul. Jadi, tak salah Anda untuk mencobanya. Tapi jangan syirik loh.
Kemudian ada juga tentang sejarah nyaris tengelamnya masjid itu pada zaman dahulu. Meskipun semua tempat dan rumah penduduk yang ada di sekitarnya hampir semuanya terendam banjir, tapi masjid itu terhindar dari bencana.
Menariknya, tempo itu ketinggian air sempat merendam rumah yang umumnya berpanggung. Tapi ketika air banjir mendekati masjid, air itu selalu membelok ke arah bawah. Air tak pernah masuk ke dalam masjid. Hal itu disaksikan sendiri oleh Muhammad Ali.
Sekedar tambahan saja, bentuk arsitektur bangunan masjid Jami’ Air Tiris, Kampar akan terus dipertahankan terus bentuk keaslianny. Jika Anda sampai di sana, dinding masjid terbuat dari papan berukir akan Anda temui. Bahkan tiang empatnya masih ada bekas tarahan seperti awal pembangunannya.
Oleh masyarakat tempatan, masjid ini dianggap keramat. Tak heran, hingga kini banyak wisatawan baik lokal, Nusantara atau mancanegara yang berkunjung ke sana. Dari lua negeri, umunya wisatawan tersebut berasal dari Singapura dan Malaysia.
Para wisatawan ini sengaja datang ke Masjid Jami tersebut untuk membayar nazar dan sekalian mandi di sumur yang konon mengandung mistik. Umumnya wisatawan banyak mengunjungi asjid ini pada saat Ramadhan dan pada hari raya Puasa Enam.
Di masjid yang didirikan masyarakat Air Tiris yang waktu itu dipimpin Engku Mudo Sangkal (seorang yang sangat dihormati dan panutan kampung), para wisatawan, khususnya yang Islam selalu menyempatkan diri untuk shalat. Dan tak heran, pada waktu tertentu tersebut, suasana di dalam masjid dan sekitar masjid selalu ramai sebagaimana arti Jami’ sendiri adalah ramai atau selalu ramai atau selalu dikunjungi.
Begitulah sekilas tentang sejarah dan misteri Masjid Jami’ Air Tiris. Jadi, jika Anda berkunjung ke Kabupaten Kampar, jangan lupa singgah ke Masjid Jami”. Rasanya tak lengkap jika tak mengunjunginya meskipun hanya sejenak. Amien-NWR (lihat fotonya di bawah)
Cerita tentang Islam pun akan “mengalir” dari bangunan yang dibangun pada masa penjajahan Belanda, tepatnya tahun 1901 Masehi. Rumah ibadah ini memiliki banyak keunikan. Semua bahan bangunannya berasal dari kayu. Dalam pembangunannya, sama sekali tidak menggunakan paku, melainkan hanya pasak kayu.
Muhammad Ali selaku salah seorang pengurus Masjid Jami' Air Tiris pun mulai membuka pembicaraan dengan Nuansa Wisata Riau. Menurutnya, di balik keunikan arsitek bangunannya, masjid tersebut ternyata memiliki banyak kisah menarik. Termasuk kisah mengandung unsur “mistik”.
Dan sampai era kemerdekaan sekarang ini, keberadaan masjid tersebut masih menjadi sebuah misteri yang tak terpecahkan. Anehnya, meskipun telah beberapa kali dilakukan penelitian, namun misteri itu belum terpecahkan juga.
Alkisah, dia pun menuturkan sekilas tentang sejarah masjid yang kini jadi salah satu objek wisata unggulan Kabupaten Kampar. Disebutkan, pada zaman penjajahan tempo doeloe, Belanda sempat beberapa kali berusaha membakar masjid tersebut. Namun upaya jahat itu tak pernah berhasil.
Rasanya tak mungkin Belanda tidak bisa membumihanguskan masjid bersejarah itu. Apalagi mengingat kekuatan dan armada mereka (Belanda) yang kala itu sangat mumpuni. Artinya dengan kekuatan yang dimiliki Belanda saat itu, sebenarnya mereka sangta gampang untuk menmbakar masjid itu. Tapi itu tak bisa dilakukan. Inilah yang hingga kini masih misteri.
Selain keunikan masjid, tetunya ada lagi yang cukup mendapat perhatian bagi setiap saja yang berkunjung ke masjid tersebut. Di sana akan ditemui sebuah bak air tempat tempat wudhu. Di dalam bak ini terdapat batu berbentuk kepala kerbau.
Konon, batu besar berbentuk kepala kerbau itu selalu berpindah-pindah posisi. Kadang posisinya berada di sudut tertentu, kemudian sudah berganti posisi ke sudut lain tanpa ada yang memindahkannya. Ya, sepertinya agak mengandung mistik.
Muhammad Ali juga mengakui hal itu. Bahkan dia mengaku pernah suatu ketika mendapati batu berbentuk kepala kerbau itu sudah berad di dalam sumur masjid berkedalaman delapan meter. Setelah itu, beberapa hari kemudian, batu ini sudah kembali ke atas.
Dia sendiri tak yakin ada orang yang sengaja memindahkannya dari dalam sumur ke atas. Soalnya batu itu lumayan berat mencapai puluhan kilogram. Jadi, rasanya tak mungkin orang segampang itu memindah-midahkannya. Apalagi, peristiwa seperti itu berulang kali terjadi sejak dulu. Ringkasnya, batu berbentuk kepala kerbau itu selalu berpindah-pindah.
Selain itu, air bening yang ada di bak yang di dalamnya terdapat batu berbentuk kepala kerbau itu juga memiliki cerita mitos. Percaya atau tidak, konon siapa saja yang meminum atau mengusap air itu untuk maksud tertentu, akan terkabul. Jadi, tak salah Anda untuk mencobanya. Tapi jangan syirik loh.
Kemudian ada juga tentang sejarah nyaris tengelamnya masjid itu pada zaman dahulu. Meskipun semua tempat dan rumah penduduk yang ada di sekitarnya hampir semuanya terendam banjir, tapi masjid itu terhindar dari bencana.
Menariknya, tempo itu ketinggian air sempat merendam rumah yang umumnya berpanggung. Tapi ketika air banjir mendekati masjid, air itu selalu membelok ke arah bawah. Air tak pernah masuk ke dalam masjid. Hal itu disaksikan sendiri oleh Muhammad Ali.
Sekedar tambahan saja, bentuk arsitektur bangunan masjid Jami’ Air Tiris, Kampar akan terus dipertahankan terus bentuk keaslianny. Jika Anda sampai di sana, dinding masjid terbuat dari papan berukir akan Anda temui. Bahkan tiang empatnya masih ada bekas tarahan seperti awal pembangunannya.
Oleh masyarakat tempatan, masjid ini dianggap keramat. Tak heran, hingga kini banyak wisatawan baik lokal, Nusantara atau mancanegara yang berkunjung ke sana. Dari lua negeri, umunya wisatawan tersebut berasal dari Singapura dan Malaysia.
Para wisatawan ini sengaja datang ke Masjid Jami tersebut untuk membayar nazar dan sekalian mandi di sumur yang konon mengandung mistik. Umumnya wisatawan banyak mengunjungi asjid ini pada saat Ramadhan dan pada hari raya Puasa Enam.
Di masjid yang didirikan masyarakat Air Tiris yang waktu itu dipimpin Engku Mudo Sangkal (seorang yang sangat dihormati dan panutan kampung), para wisatawan, khususnya yang Islam selalu menyempatkan diri untuk shalat. Dan tak heran, pada waktu tertentu tersebut, suasana di dalam masjid dan sekitar masjid selalu ramai sebagaimana arti Jami’ sendiri adalah ramai atau selalu ramai atau selalu dikunjungi.
Begitulah sekilas tentang sejarah dan misteri Masjid Jami’ Air Tiris. Jadi, jika Anda berkunjung ke Kabupaten Kampar, jangan lupa singgah ke Masjid Jami”. Rasanya tak lengkap jika tak mengunjunginya meskipun hanya sejenak. Amien-NWR (lihat fotonya di bawah)
Senin, 01 Agustus 2011
Masjid Raya Pekanbaru Ala Arsitek Timur Tengah
Bila Anda berkunjung ke Pekanbaru, belum pas rasanya bila tidak singgah ke Masjid Raya. Masjid ini penuh dengan sejarah kejayaan Islam masa lampau dan dibangun masyarakat Pekanbaru dengan cara swadaya. Namun menilik ke belakang, kehadiran masjid ini tidak terlepas dari turut andilnya Kesultanan Siak Sri Indrapura.
Masjid Raya Pekanbaru ini, tempatnya berada di Kecamatan Senapelan, salah satu sudut kota tertua di Ibukota Provinsi Riau itu. Letaknya bangunan masjid ini, di atas perbukitan kecil yang sayap sebelah kanannya terdapat makam Sultan Siak yakni Sultan Abdul Jalil pemimpin kerajaan IV dan Sultan Mahmud Ali anaknya sebagai pemangku kerajaan ke V. Antara anak dan ayahnya ini memiliki kekuasaan sekitar tahun 1778 hingga 1782.
Letak makam kerajaan ini hanya sekitar 10 meter dari bangunan masjid tersebut. Di depan makam ini, ada seonggok batu, sebagai pertanda bukti sejarah bahwa dulunya disitulah bangunan masjid pertama yang didirikan kesultanan Siak. Lokasi masjid ini hanya sekitar 100 meter dari bibir sungai Siak yang tercatat sebagai sungai terdalam di Indonesia.
Setelah runtuhnya masjid milik Kesultanan Siak, sekitar 40 depa atau langkah dari lokasi masjid yang dibangun sultan, didirikan Masjid Raya. Masjid Raya ini dibangun pertama kalinya dengan dana swadaya masyarakat Pekanbaru pada tahun 1928 silam. Jadi sebenarnya Masjid Raya itu bukan dibangun semasa Kesultanan Siak.
Selama ini banyak masyarakat termasuk media massa terjebak dalam sejarah yang salah. Masjid Raya Pekanbaru selalu disebut-sebut dibangun semasa Kesultanan Siak atau di era abad ke 17. Padahal asumsi semua itu sebenarnya salah. Dulu memang di sekitar Masjid Raya yang sekarang ini berdiri megah itu, ada bangunan masjid milik Kesultanan Siak. Namun jauh sebelum kemerdekaan, masjid bangunan itu telah termakan usia.
Saat Masjid Raya dibangun, kerajaan Siak kala itu telah perpusat dibagian hilir sungai Siak, yang sekarang menjadi Kabupaten Siak, di Riau. Namun sebelum sultan ke V wafat, dia sempat berwasiat pada masyarakat sekitarnya, bahwa masjid yang dia bangun, sebaiknya diperbesar lagi agar dapat menampung jamaah yang lebih banyak.
Pesan terakhir sultan inilah yang menjadi panutan masyarakat, yang akhirnya dibangun masjid yang jaraknya hanya 13 meter dari Masjid Sultan itu. Kala itu masjid ini berdiri dengan luas bangunan hanya sekitar 8x8 meter.
Tahun demi tahun, masjid ini terus direnovasi untuk diperluas. Hingga pada tahun 2008, masjid ini mendapat bantuan dana dari Pemerintah Provinsi Riau lebih dari Rp 100 miliar untuk melakukan perbaikan di sana sini. Dana sebanyak itu tidak hanya untuk bangunan masjid saja, namun untuk mengganti rugi tanah milik masyarakat sekitarnya.
Kini bangunan masjid yang kondisinya masih dalam renovasi yang diperkirakan baru akan selesai pada tahun 2012 mendatang itu, memiliki luas bangunan 36 m x 40 m dengan dua lantai. Bangunan masjid itu kini berdiri di atas tanah seluas 3 hektar. Bangunan ini akan memiliki halaman parkir di sebelah selatan dan akan memiliki taman sebelah utara sampai menuju ke Sungai Siak.
"Ke depan, masjid ini akan memimiliki halaman yang cukup luas. Selama ini halaman masjid sangat terbatas sekali. Dengan bantuan Pemprov Riau, masjid ini akan menjadi salah satu andalan mayarakat Riau sebagai masjid yang penuh dengan sejarah," kata pengurus Masjid Raya, Sofyan Hamid (61) dalam perbincangan dengan detikramadan.
Masjid ini memiliki arsitektur bergaya Timur Tengah. Bila dilihat dari konsep halaman yang luas, masjid ini menyerupai Masjidil Haram. Bila dilihat dari hiasan yang melekat pada sisi banguan luarnya, arsitekturnya bergaya Timur Tengah.
Kondisi masjid saat ini, memang belum tampak sempurna. Lapisan dindingnya masih terlihat sejumlah ukiran kaligrafi yang belum usai. Sedangkan di dalam bangunan masjid, terdapat sekitar 40 pilar yang sebagai penyangga untuk lantai dua.
Ada enam piliar di dalam bangunan masjid yang terlihat tidak menyangga ke lantai dua. Pilar ini sengaja dipertahankan sebagai bukti sejarah bahwa pilar tersebut merupakan tiang awal dibangunnya masjid ini tanpa ada besinya.
"Dulu saat masjid ini dibangun, tidak menggunakan tulang besi sebagai pertahanannya. Itu sebabnya, masjid ini terpaksa direnovasi untuk memperindahnya kembali. Namun pilar ditengah bangunan tidak kami rubuhkan karena itu merupakan bukti sejarah awal berdirinya masjid tersebut," kata Sofyan.
Di bagian depan masjid yang telah menyeberang jalan, terdapat bangunan madrasah berlantai dua dengan corak warna kekuningan. Di lokasi itu juga ada Taman Kanak-kanak Islam serta perpustakaan kecil. Bila masjid ini telah usai direnovasi, maka nantinya akan dapat menampung jamaah sekitar 3.000 orang. amin-NWR (lihat fotonya di bawah)
Masjid Raya Pekanbaru ini, tempatnya berada di Kecamatan Senapelan, salah satu sudut kota tertua di Ibukota Provinsi Riau itu. Letaknya bangunan masjid ini, di atas perbukitan kecil yang sayap sebelah kanannya terdapat makam Sultan Siak yakni Sultan Abdul Jalil pemimpin kerajaan IV dan Sultan Mahmud Ali anaknya sebagai pemangku kerajaan ke V. Antara anak dan ayahnya ini memiliki kekuasaan sekitar tahun 1778 hingga 1782.
Letak makam kerajaan ini hanya sekitar 10 meter dari bangunan masjid tersebut. Di depan makam ini, ada seonggok batu, sebagai pertanda bukti sejarah bahwa dulunya disitulah bangunan masjid pertama yang didirikan kesultanan Siak. Lokasi masjid ini hanya sekitar 100 meter dari bibir sungai Siak yang tercatat sebagai sungai terdalam di Indonesia.
Setelah runtuhnya masjid milik Kesultanan Siak, sekitar 40 depa atau langkah dari lokasi masjid yang dibangun sultan, didirikan Masjid Raya. Masjid Raya ini dibangun pertama kalinya dengan dana swadaya masyarakat Pekanbaru pada tahun 1928 silam. Jadi sebenarnya Masjid Raya itu bukan dibangun semasa Kesultanan Siak.
Selama ini banyak masyarakat termasuk media massa terjebak dalam sejarah yang salah. Masjid Raya Pekanbaru selalu disebut-sebut dibangun semasa Kesultanan Siak atau di era abad ke 17. Padahal asumsi semua itu sebenarnya salah. Dulu memang di sekitar Masjid Raya yang sekarang ini berdiri megah itu, ada bangunan masjid milik Kesultanan Siak. Namun jauh sebelum kemerdekaan, masjid bangunan itu telah termakan usia.
Saat Masjid Raya dibangun, kerajaan Siak kala itu telah perpusat dibagian hilir sungai Siak, yang sekarang menjadi Kabupaten Siak, di Riau. Namun sebelum sultan ke V wafat, dia sempat berwasiat pada masyarakat sekitarnya, bahwa masjid yang dia bangun, sebaiknya diperbesar lagi agar dapat menampung jamaah yang lebih banyak.
Pesan terakhir sultan inilah yang menjadi panutan masyarakat, yang akhirnya dibangun masjid yang jaraknya hanya 13 meter dari Masjid Sultan itu. Kala itu masjid ini berdiri dengan luas bangunan hanya sekitar 8x8 meter.
Tahun demi tahun, masjid ini terus direnovasi untuk diperluas. Hingga pada tahun 2008, masjid ini mendapat bantuan dana dari Pemerintah Provinsi Riau lebih dari Rp 100 miliar untuk melakukan perbaikan di sana sini. Dana sebanyak itu tidak hanya untuk bangunan masjid saja, namun untuk mengganti rugi tanah milik masyarakat sekitarnya.
Kini bangunan masjid yang kondisinya masih dalam renovasi yang diperkirakan baru akan selesai pada tahun 2012 mendatang itu, memiliki luas bangunan 36 m x 40 m dengan dua lantai. Bangunan masjid itu kini berdiri di atas tanah seluas 3 hektar. Bangunan ini akan memiliki halaman parkir di sebelah selatan dan akan memiliki taman sebelah utara sampai menuju ke Sungai Siak.
"Ke depan, masjid ini akan memimiliki halaman yang cukup luas. Selama ini halaman masjid sangat terbatas sekali. Dengan bantuan Pemprov Riau, masjid ini akan menjadi salah satu andalan mayarakat Riau sebagai masjid yang penuh dengan sejarah," kata pengurus Masjid Raya, Sofyan Hamid (61) dalam perbincangan dengan detikramadan.
Masjid ini memiliki arsitektur bergaya Timur Tengah. Bila dilihat dari konsep halaman yang luas, masjid ini menyerupai Masjidil Haram. Bila dilihat dari hiasan yang melekat pada sisi banguan luarnya, arsitekturnya bergaya Timur Tengah.
Kondisi masjid saat ini, memang belum tampak sempurna. Lapisan dindingnya masih terlihat sejumlah ukiran kaligrafi yang belum usai. Sedangkan di dalam bangunan masjid, terdapat sekitar 40 pilar yang sebagai penyangga untuk lantai dua.
Ada enam piliar di dalam bangunan masjid yang terlihat tidak menyangga ke lantai dua. Pilar ini sengaja dipertahankan sebagai bukti sejarah bahwa pilar tersebut merupakan tiang awal dibangunnya masjid ini tanpa ada besinya.
"Dulu saat masjid ini dibangun, tidak menggunakan tulang besi sebagai pertahanannya. Itu sebabnya, masjid ini terpaksa direnovasi untuk memperindahnya kembali. Namun pilar ditengah bangunan tidak kami rubuhkan karena itu merupakan bukti sejarah awal berdirinya masjid tersebut," kata Sofyan.
Di bagian depan masjid yang telah menyeberang jalan, terdapat bangunan madrasah berlantai dua dengan corak warna kekuningan. Di lokasi itu juga ada Taman Kanak-kanak Islam serta perpustakaan kecil. Bila masjid ini telah usai direnovasi, maka nantinya akan dapat menampung jamaah sekitar 3.000 orang. amin-NWR (lihat fotonya di bawah)
Sekilas Tentang Desa Wisata Buluh Cina
Bagi Anda yang suka berwisata, tak salah jika Anda bertandang ke Buluh Cina. Desa Wisata yang terdapat di Kabupaten Kampar, Riau ini menyimpan beragam pesona alam dan budaya yang tak ternilai.
Untuk sampai ke desa tersebut, tentunya tak memakan waktu lama. Jaraknya dari ibukota Provinsi Riau, Pekanbaru hanya sekitar 25 kilometer jalan darat.
Dari pusat kota Pekanbaru, Anda akan melewati jalan Kaharuddin Nasution menuju Simpang Tiga Pandau. Nah, begitu sampai di pertigaan jalan (lampu merah) jalan Kaharuddin Nasution-Jalan Pasir Putih, Anda tinggal membelok ke kiri, yakni ke jalan Pasir Putih.
Sekitar sepuluh kilometer kemudian, tepatnya setelah markas Arhanudse, Anda akan bertemu dengan gapura besar. Sekarang, Anda hanya lurus saja, jangan mengikuti jalan besar lagi.
Nah, melewati gapura besar itu, sekitar satu setengah kilometer, Anda akan kembali bertemu dengan sebuah gapura di sebelah kanan jalan. Itulah gapura menuju Desa Wisata Buluh Cina. Gampang dan dekat, kan?
Lalu apa saja yang bisa dinikmati di desa yang ada di tepian Sungai Kampar itu? Tentu banyak yang bisa dinikmati. Selain dapat menikmati pesona alam dengan pepohonan dan sungai serta suasana perkampungan dengan penduduknya yang ramah, Anda juga bisa memancing ikan. Kalau lagi untung, bisa saja Anda mendapat ikan besar. Seperti ikan Patin, ikan Baung, dan jenis ikan khas Sungai Kampar lainnya.
Selain itu, di sana juga bisa Anda temukan Danau di tengah hutan. Ikan di tasik itu juga cukup banyak loh. Pokoknya, Desa Wisata Buluh Cina merupakan lokasi atau tempat wisata yang mengasyikkan. Jangan takut, budaya menghargai dan menghormati pendatang sudah menjadi bahagian kehidupan warga di sana.
Desa Buluh Cina sendiri terdiri dari dua bagian. Keduanya dibelah oleh aliran sungai Kampar. Nah untuk menghubungkan kedua belahan desa ini, ada “kapal roro” mini bernama Tilan. Kapal inilah yang bolak balik mengantar orang dan barang menyeberangi sungai.
Untuk pengganti biaya operasional, setiap orang dipungut biaya Rp 2.000 sekali menyeberang. Tapi jika orang tersebut membawa sepeda motor, ongkosnya Rp 3.000 sekali menyeberang.
Aktivitas keseharian warga desa Bulu Cina sendiri beragam. Mulai dari bertani, berkebun, pencari hasil hutan, pencari ikan alias nelayan sungai hingga peternak ikan sungai. Makanya, di sana Anda juga akan menjumpai kerambah ikan yang banyak mengapung di tepian sungai Kampar. Yang pasti, jika Anda ada waktu luang, bertandanglah ke Desa Wisata itu.
Jika membawa keluarga, Anda juga tak perlu ragu. Soalnya, di sana juga ada taman rekreasi dengan museum mininya. Jika Anda datang pada saat berlangsung pesta pacu sampan, justru lebih seru lagi. Tapi, pesta budaya itu hanya sekali setahun dilangsungkan. amin-NWR (lihat fotonya di bawah)
Untuk sampai ke desa tersebut, tentunya tak memakan waktu lama. Jaraknya dari ibukota Provinsi Riau, Pekanbaru hanya sekitar 25 kilometer jalan darat.
Dari pusat kota Pekanbaru, Anda akan melewati jalan Kaharuddin Nasution menuju Simpang Tiga Pandau. Nah, begitu sampai di pertigaan jalan (lampu merah) jalan Kaharuddin Nasution-Jalan Pasir Putih, Anda tinggal membelok ke kiri, yakni ke jalan Pasir Putih.
Sekitar sepuluh kilometer kemudian, tepatnya setelah markas Arhanudse, Anda akan bertemu dengan gapura besar. Sekarang, Anda hanya lurus saja, jangan mengikuti jalan besar lagi.
Nah, melewati gapura besar itu, sekitar satu setengah kilometer, Anda akan kembali bertemu dengan sebuah gapura di sebelah kanan jalan. Itulah gapura menuju Desa Wisata Buluh Cina. Gampang dan dekat, kan?
Lalu apa saja yang bisa dinikmati di desa yang ada di tepian Sungai Kampar itu? Tentu banyak yang bisa dinikmati. Selain dapat menikmati pesona alam dengan pepohonan dan sungai serta suasana perkampungan dengan penduduknya yang ramah, Anda juga bisa memancing ikan. Kalau lagi untung, bisa saja Anda mendapat ikan besar. Seperti ikan Patin, ikan Baung, dan jenis ikan khas Sungai Kampar lainnya.
Selain itu, di sana juga bisa Anda temukan Danau di tengah hutan. Ikan di tasik itu juga cukup banyak loh. Pokoknya, Desa Wisata Buluh Cina merupakan lokasi atau tempat wisata yang mengasyikkan. Jangan takut, budaya menghargai dan menghormati pendatang sudah menjadi bahagian kehidupan warga di sana.
Desa Buluh Cina sendiri terdiri dari dua bagian. Keduanya dibelah oleh aliran sungai Kampar. Nah untuk menghubungkan kedua belahan desa ini, ada “kapal roro” mini bernama Tilan. Kapal inilah yang bolak balik mengantar orang dan barang menyeberangi sungai.
Untuk pengganti biaya operasional, setiap orang dipungut biaya Rp 2.000 sekali menyeberang. Tapi jika orang tersebut membawa sepeda motor, ongkosnya Rp 3.000 sekali menyeberang.
Aktivitas keseharian warga desa Bulu Cina sendiri beragam. Mulai dari bertani, berkebun, pencari hasil hutan, pencari ikan alias nelayan sungai hingga peternak ikan sungai. Makanya, di sana Anda juga akan menjumpai kerambah ikan yang banyak mengapung di tepian sungai Kampar. Yang pasti, jika Anda ada waktu luang, bertandanglah ke Desa Wisata itu.
Jika membawa keluarga, Anda juga tak perlu ragu. Soalnya, di sana juga ada taman rekreasi dengan museum mininya. Jika Anda datang pada saat berlangsung pesta pacu sampan, justru lebih seru lagi. Tapi, pesta budaya itu hanya sekali setahun dilangsungkan. amin-NWR (lihat fotonya di bawah)
Senin, 18 Juli 2011
"Soeman HS" Gudang Rekreasi Ilmu Di Tengah Kota Bertuah
Objek Rekreasi “Soeman HS”
Gudang Ilmu di Tengah Kota Bertuah
Gambaran Perpustakaan Daerah (Perpusda) di banyak tempat mungkin lebih banyak menampilkan kesan kusam dengan debu yang menyelimuti tumpukan buku.
Kesan sumpek dengan buku yang bertumpuk tidak teratur, berjubel di lorong, dan di meja bacaan. Gedungnya selalu menampilkan bangunan tua yang tidak terawat dengan cat mengelupas di sekujur dinding.
Namun gambaran seperti itu tidak terjadi di Pustaka Soeman HS Pekanbaru, Riau. Gedung bertingkat lima ini banyak memiliki keunikan. Baik dari konstruksi maupun fasilitas yang tidak dimiliki gedung buku lainnya.
Cirinya khas bangunan yang telah diresmikan pada 2008 itu, memiliki banyak tiang-tiang raksasa sebagai penopang bangunan unik tak ubahnya sebagai meja tempat untuk membaca Alquran (Reghal).
Selain memiliki keunikan gedung, lokasi pustaka yang menelan dana Rp158 miliar itu juga sangat strategis, yakni berada di jantung Ibu kota Riau tepatnya di Jalan Sudirman yang diapit oleh gedung Gubernur Riau dan Bank Indonesia (BI) Pekanbaru.
Bangunan yang dindingnya terbuat dari kaca transparan itu memudahkan pengunjung melihat keindahan Kota Bertuah itu. Saat memasuki gedung tersebut, suasana sejuk mulai terasa di pustaka itu.
Jauh dari kesan kumuh atau kotor dibandingkan perpustaan lain umumnya. Di sana semua buka terlihat rapi dan semua begitu nyaman. Jika haus, pengelola perpustakaan menyediakan kedai kopi Kimteng.
Ini membuat pengunjung perpustakaan tidak merasa bosan. Sehingga mereka nyaman saat berada di dalam perpustaan yang memiliki gedung lapang ini.
Selain itu, di lantai dasar perpustakaan itu pengunjung dimanjakan dengan Media Center dengan fasilitas 10 unit komputer yang dapat digunakan untuk mengakses internet.
Setiap pengunjung bebas memakai komputer, namun dibatasi hanya satu jam. Peraturan ini dilakukan agar para pengunjung dapat bergantian menggunakan fasilitas komputer tersebut.
Bagi pengunjung yang merasa kesulitan mencari buku, mereka bisa bertanya kepada petugas imformasi yang siap membantu.
Penulis pun melangkah ke lantai I dan lantai II. Di lantai ini pengunjung disajikan sejumlah buku yang berhubungan dengan mata pelajaran dan mata kuliah. Buku-buku tesis dan skripsi tersusun rapi di dua lantai ini.
Sementara di lantai III sengaja ditempatkan buku mengenai sejarah dan kebudayaan, serta pengetahuan umum. Di lantai ini, pengelola juga dilengkapi dengan ruang khusus diskusi.
Ruangan yang berisi meja bundar dan sejumlah tempat duduk, serta kaca transparan ini mampu menampung pengunjung antara 10 sampai 15 orang.
“Semua orang bebas menggunakannya," kata petugas di lantai III yang ditemui penulis. Sedangkan lantai IV dan V belum bisa dibuka untuk umum. Di lantai ini sengaja diperuntukkan pegawai yang bertugas.
Asnul (39), salah seorang pengunjung, mengamini gambaran nyaman gedung tersebut. Meski gemar “melahap” berbagai buku bacaan, ayah tiga anak ini awalnya tidak tertarik berkunjung ke Perpusda Soeman HS.
Awalnya dia mengaku enggan untuk meminjam buku di perpustakaan. Pasalnya dalam benak pria ini, kesan kotor dan kumuh sudah terpatri di dalamnya.
Hingga suatu hari, seorang kerabatnya bercerita tentang anaknya yang selalu merengek minta diantar ke perpustakaan Soeman HS. Bahkan, anaknya kerabatnya betah berjam-jam berada di sana hingga harus dibujuk rayu agar mau diajak pulang.
Heran dengan kisah tersebut, dia pun mencari waktu menyempatkan diri mampir ke perpustakaan Soeman HS untuk membunuh rasa penasarannya.
"Walau saya sudah lama di Pekanbaru, saya baru kali ini mengunjungi pustaka. Karena selama ini kesan pustakakan tidak rapi dan membosankan, tapi ternyata terbalik suasana di sini menyenangkan. Anak saya bawa di perpustakaan anak, sedangkan saya bisa santai minum kopi," kelakarnya sambil menghisap sebatang rokok kretek kesuakanya.
“Saya sebenarnya kurang tertarik baca buku, tapi karena di sini suasa enak, saya main internet saja. Apalagi di sini dilengkapi Wi-Fi, saya sering kemari dan memang betah," sebut Rahmad Kurniawan karyawan sebuah perusahaan elektronik yang ditemui terpisah. nwr-oz****(lihat fotonya di bawah)
Gudang Ilmu di Tengah Kota Bertuah
Gambaran Perpustakaan Daerah (Perpusda) di banyak tempat mungkin lebih banyak menampilkan kesan kusam dengan debu yang menyelimuti tumpukan buku.
Kesan sumpek dengan buku yang bertumpuk tidak teratur, berjubel di lorong, dan di meja bacaan. Gedungnya selalu menampilkan bangunan tua yang tidak terawat dengan cat mengelupas di sekujur dinding.
Namun gambaran seperti itu tidak terjadi di Pustaka Soeman HS Pekanbaru, Riau. Gedung bertingkat lima ini banyak memiliki keunikan. Baik dari konstruksi maupun fasilitas yang tidak dimiliki gedung buku lainnya.
Cirinya khas bangunan yang telah diresmikan pada 2008 itu, memiliki banyak tiang-tiang raksasa sebagai penopang bangunan unik tak ubahnya sebagai meja tempat untuk membaca Alquran (Reghal).
Selain memiliki keunikan gedung, lokasi pustaka yang menelan dana Rp158 miliar itu juga sangat strategis, yakni berada di jantung Ibu kota Riau tepatnya di Jalan Sudirman yang diapit oleh gedung Gubernur Riau dan Bank Indonesia (BI) Pekanbaru.
Bangunan yang dindingnya terbuat dari kaca transparan itu memudahkan pengunjung melihat keindahan Kota Bertuah itu. Saat memasuki gedung tersebut, suasana sejuk mulai terasa di pustaka itu.
Jauh dari kesan kumuh atau kotor dibandingkan perpustaan lain umumnya. Di sana semua buka terlihat rapi dan semua begitu nyaman. Jika haus, pengelola perpustakaan menyediakan kedai kopi Kimteng.
Ini membuat pengunjung perpustakaan tidak merasa bosan. Sehingga mereka nyaman saat berada di dalam perpustaan yang memiliki gedung lapang ini.
Selain itu, di lantai dasar perpustakaan itu pengunjung dimanjakan dengan Media Center dengan fasilitas 10 unit komputer yang dapat digunakan untuk mengakses internet.
Setiap pengunjung bebas memakai komputer, namun dibatasi hanya satu jam. Peraturan ini dilakukan agar para pengunjung dapat bergantian menggunakan fasilitas komputer tersebut.
Bagi pengunjung yang merasa kesulitan mencari buku, mereka bisa bertanya kepada petugas imformasi yang siap membantu.
Penulis pun melangkah ke lantai I dan lantai II. Di lantai ini pengunjung disajikan sejumlah buku yang berhubungan dengan mata pelajaran dan mata kuliah. Buku-buku tesis dan skripsi tersusun rapi di dua lantai ini.
Sementara di lantai III sengaja ditempatkan buku mengenai sejarah dan kebudayaan, serta pengetahuan umum. Di lantai ini, pengelola juga dilengkapi dengan ruang khusus diskusi.
Ruangan yang berisi meja bundar dan sejumlah tempat duduk, serta kaca transparan ini mampu menampung pengunjung antara 10 sampai 15 orang.
“Semua orang bebas menggunakannya," kata petugas di lantai III yang ditemui penulis. Sedangkan lantai IV dan V belum bisa dibuka untuk umum. Di lantai ini sengaja diperuntukkan pegawai yang bertugas.
Asnul (39), salah seorang pengunjung, mengamini gambaran nyaman gedung tersebut. Meski gemar “melahap” berbagai buku bacaan, ayah tiga anak ini awalnya tidak tertarik berkunjung ke Perpusda Soeman HS.
Awalnya dia mengaku enggan untuk meminjam buku di perpustakaan. Pasalnya dalam benak pria ini, kesan kotor dan kumuh sudah terpatri di dalamnya.
Hingga suatu hari, seorang kerabatnya bercerita tentang anaknya yang selalu merengek minta diantar ke perpustakaan Soeman HS. Bahkan, anaknya kerabatnya betah berjam-jam berada di sana hingga harus dibujuk rayu agar mau diajak pulang.
Heran dengan kisah tersebut, dia pun mencari waktu menyempatkan diri mampir ke perpustakaan Soeman HS untuk membunuh rasa penasarannya.
"Walau saya sudah lama di Pekanbaru, saya baru kali ini mengunjungi pustaka. Karena selama ini kesan pustakakan tidak rapi dan membosankan, tapi ternyata terbalik suasana di sini menyenangkan. Anak saya bawa di perpustakaan anak, sedangkan saya bisa santai minum kopi," kelakarnya sambil menghisap sebatang rokok kretek kesuakanya.
“Saya sebenarnya kurang tertarik baca buku, tapi karena di sini suasa enak, saya main internet saja. Apalagi di sini dilengkapi Wi-Fi, saya sering kemari dan memang betah," sebut Rahmad Kurniawan karyawan sebuah perusahaan elektronik yang ditemui terpisah. nwr-oz****(lihat fotonya di bawah)
Minggu, 17 April 2011
Mengintip Penangkaran Kupu-kupu di Rohul
Ada objek wisata yang cukup menarik di Rokan Hulu (Rohul). Bukan objek wisata alam atau sejarah loh. Tapi objek wisata yang sengaja dirancang untuk dunia pendidikan atau penilitian.
Objek yang dimaksud itu adalah pusat penagkaran kupu-kupu yang diklaim merupakan satu-satunya penangkaran kupu-kupu di Sumatra. Penangkaran ini berada di objek wisata air panas bumi Hapanasan, Desa Kaiti, Kecamatan Rambah.
Tentunya, dengan adanya penangkaran tersebut, objek wisata ini kian menambah potensi wisata unggulan di bumi seribu suluk (sebutan lain Rohul). Berjarak sekitar sembilan kilometer dari taman kota Pasir Pengaraian, objek wisata diyakini akan mampu meningkat kunjungan wisata ke daerah tersebut.
Di Rohul sendiri, cukup banyak objek wisata yang menarik untuk dikunjungi. Di antaranya kawasan Gunung Bonsu dengan sejumlah sumber air panasnya, Danau Sipogas, air terjun Aek Matua, Bukit Suligi, dan beberapa objek wisata alam lainnya.
Sedangkan untuk wisata sejarah, di daerah itu juga masih terpelihara beberapa peninggalan sejarah. Peninggalan sejarah perjuangan pahlawan nasional, Tuanku Tambusai yakni berupa Benteng Tujuh Lapis di daerah Dalu-Dalu. Begitu juga dengan makam Raja-Raja Rambah di Desa Kumu.
Khusus objek wisata penangkaran kupu-kupu, menurut peneliti kupu-kupu, Yusri Syam, usaha penelitian lingkungan bidang kupu-kupu itu telah dimulai sejak 2003 hingga sekarang. Penelitian tersebut kerjasama pemerintah Kabupaten Rokan Hulu dan Provinsi Riaumelalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Riau.
Sebagai bukti kerjasama, saat media ini berkunjung ke lokasi penangkaran, saat itu sedang dibangun Gedung Pusat Informasi Kupu-kupu Sumatera. Bangunannya berukuran 8 x12 meter persis di samping museum kupu-kupu alias pusat informasi kupu-kupu.
Pusat Informasi Kupu-kupu itu sendiri telah dibuka untuk umum. Di dalamnya terdapat beragam spesies kupu-kupu. Tentunya, dengan adanya pusat informasi dan penangkaran kupu-kupu itu, setidaknya Pemerintah Rohul cukup serius dalam mengembangkan objek wisatanya sekaligus melestarikan alam dan lingkungan. Di gedung ini juga terdapat data dinding dalam bentuk visual penelitian mulai sejak tahun 2003.
Pusat penelitian ini nantinya berfungsi untuk memberikan informasi kepada masyarakat terutama, anak sekolah mengenai keberadaan kupu-kupu yang ada di Sumatera khususnya kawasan Rokan.
Penangkaran yang ada nantinya akan berguna sebagai restocking dan penyelamatan spesies kupu-kupu yang dilindungi ataupun yang terancam punah. Jika mengunjungi pusat informasi itu, pengunjung akan dapat melihat 150 spesies kupu-kupu yang ada di Rokan Hulu.
Dari 150 itu, 50 spesies di antaranya sudah diteliti ontogeni-nya. Mulai mulai dari telur hingga menjadi kupu-kupu.
Pokoknya, objek wisata itu cukup lengkap. Selain bisa meneliti spesies kupu-kupu, pengunjung juda dapat menikmati hangatnya air di pemandian air panas. Di tempat itu, terdapat dua sumber mata air panas bumi yang suhunya berkisar antara 50-60 derajat Celcius.
Bahkan, taman pendukung objek wisata itu pun terus dikemas dalam rangka menunjang kunjungan wisatawan ke tempat tersebut. Bagi wisatawan yang membawa anak-anak, di sana juga tersedia wahana permainan anak-anak.
Bahkan, gazebo dan tempat perisitihatan pun yang disguhjan beberapa instansi pemerintah terkait juga mewarnai objek wisata tersebut. Untuk info lebih lanjut, kunjungi segera objek wisata milik Rohul itu.amien-NWR (lihat fotonya di bawah)
Objek yang dimaksud itu adalah pusat penagkaran kupu-kupu yang diklaim merupakan satu-satunya penangkaran kupu-kupu di Sumatra. Penangkaran ini berada di objek wisata air panas bumi Hapanasan, Desa Kaiti, Kecamatan Rambah.
Tentunya, dengan adanya penangkaran tersebut, objek wisata ini kian menambah potensi wisata unggulan di bumi seribu suluk (sebutan lain Rohul). Berjarak sekitar sembilan kilometer dari taman kota Pasir Pengaraian, objek wisata diyakini akan mampu meningkat kunjungan wisata ke daerah tersebut.
Di Rohul sendiri, cukup banyak objek wisata yang menarik untuk dikunjungi. Di antaranya kawasan Gunung Bonsu dengan sejumlah sumber air panasnya, Danau Sipogas, air terjun Aek Matua, Bukit Suligi, dan beberapa objek wisata alam lainnya.
Sedangkan untuk wisata sejarah, di daerah itu juga masih terpelihara beberapa peninggalan sejarah. Peninggalan sejarah perjuangan pahlawan nasional, Tuanku Tambusai yakni berupa Benteng Tujuh Lapis di daerah Dalu-Dalu. Begitu juga dengan makam Raja-Raja Rambah di Desa Kumu.
Khusus objek wisata penangkaran kupu-kupu, menurut peneliti kupu-kupu, Yusri Syam, usaha penelitian lingkungan bidang kupu-kupu itu telah dimulai sejak 2003 hingga sekarang. Penelitian tersebut kerjasama pemerintah Kabupaten Rokan Hulu dan Provinsi Riaumelalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Riau.
Sebagai bukti kerjasama, saat media ini berkunjung ke lokasi penangkaran, saat itu sedang dibangun Gedung Pusat Informasi Kupu-kupu Sumatera. Bangunannya berukuran 8 x12 meter persis di samping museum kupu-kupu alias pusat informasi kupu-kupu.
Pusat Informasi Kupu-kupu itu sendiri telah dibuka untuk umum. Di dalamnya terdapat beragam spesies kupu-kupu. Tentunya, dengan adanya pusat informasi dan penangkaran kupu-kupu itu, setidaknya Pemerintah Rohul cukup serius dalam mengembangkan objek wisatanya sekaligus melestarikan alam dan lingkungan. Di gedung ini juga terdapat data dinding dalam bentuk visual penelitian mulai sejak tahun 2003.
Pusat penelitian ini nantinya berfungsi untuk memberikan informasi kepada masyarakat terutama, anak sekolah mengenai keberadaan kupu-kupu yang ada di Sumatera khususnya kawasan Rokan.
Penangkaran yang ada nantinya akan berguna sebagai restocking dan penyelamatan spesies kupu-kupu yang dilindungi ataupun yang terancam punah. Jika mengunjungi pusat informasi itu, pengunjung akan dapat melihat 150 spesies kupu-kupu yang ada di Rokan Hulu.
Dari 150 itu, 50 spesies di antaranya sudah diteliti ontogeni-nya. Mulai mulai dari telur hingga menjadi kupu-kupu.
Pokoknya, objek wisata itu cukup lengkap. Selain bisa meneliti spesies kupu-kupu, pengunjung juda dapat menikmati hangatnya air di pemandian air panas. Di tempat itu, terdapat dua sumber mata air panas bumi yang suhunya berkisar antara 50-60 derajat Celcius.
Bahkan, taman pendukung objek wisata itu pun terus dikemas dalam rangka menunjang kunjungan wisatawan ke tempat tersebut. Bagi wisatawan yang membawa anak-anak, di sana juga tersedia wahana permainan anak-anak.
Bahkan, gazebo dan tempat perisitihatan pun yang disguhjan beberapa instansi pemerintah terkait juga mewarnai objek wisata tersebut. Untuk info lebih lanjut, kunjungi segera objek wisata milik Rohul itu.amien-NWR (lihat fotonya di bawah)
Minggu, 06 Maret 2011
Rumah Kapitan Sebagai Bukti Sejarah Bagansiapiapi
Nuansa Wisata Riau***
Bangunan Rumah Kapitan di kota Bagan Siapiapi, Kabupaten Rokan Hilir adalah salah satu warisan budaya yang kini masih tersisa. Bangunan dengan arsitektur perpaduan gaya tradisional Tionghoa dan Melayu ini seharusnya perlu dirawat, dijaga dan dilestarikan.
Di Provinsi Riau sendiri, boleh dikatakan tidak ada lagi bangunan Rumah Kapitan. Jadi, Rumah Kapitan yang ada di kota Bagansiapiapi ini adalah satu-satunya. Rumah Kapitan milik Yeo Ming San ini telah musnah dibongkar beberapa bulan lalu.
Ini membuktikan tidak adanya kepedulian mayarakat dan pemerintah terhadap bangunan bersejarah tersebut. Padahal, bangunan iut merupakan salah satu objek wisata yang cukup mendapat perhatian bagi setiap wisatawan yang berkunjung ke “kota ikan” itu.
Buktinya, setiap ada kunjungan wisata ke kota itu, sang guide alias pramuwisata selalu “menggiring” tamunya itu melihat bangunan yang terletak di belakang kelenteng Ing Hok Kiong. Tapi kini, bangunan itu sudah tinggal kenangan.
Bangunan terbuat dari papan ini telah dirubuhkan dan dibongkar demi semata untuk memenuhi kepentingan ekonomi atau kepentingan modernisasi. Sedangkan bangunan Rumah Kapitan yang paling kuno dan tersisa satu-satunya milik ahli waris Ba Ching masih berdiri kokoh tetapi tidak terawat.
Konon, Rumah Kapitan ini masih dihuni oleh keturunan ahli waris Ba Ching. Bangunan yang terletak di pertengahan tiga jalan yakni jalan Sumatera, jalan Pahlawan, dan jalan Mawar itu hingga kini masih berdiri meskipun mulai rapuh dimakan usia. Dan wisatawan pun masih kerap berkunjung ke objek wisata yang jaraknya sekitar 25 meter dari belakang kelenteng Ing Hok Kiong. Hanya berjalan sebentar di sebuah gang kecil, bangunan itu sudah bisa dilihat.
Bangunan Rumah Kapitan berusia hamper seabad yang ada di Bagansiapiapi ini memiliki sejarah penting. Khususnya menyangkut sistem kekuasaan Opsir (Kapitan ) Tionghoa semasa berkuasa di Bagan Siapiapi waktu silam.
Seperti diketahui, Kapitan Tionghoa merupakan sebutan yang diberi dan diciptakan oleh sistem Pemerintahan Kolonial Belanda dalam upaya mengendalikan dan mengatur komunitas masyarakat Tionghoa di daerah tersebut.
Jadi, Kapitan adalah pejabat yang diangkat Pemerintahan Kolonial Belanda masa itu. Biasanya, seorang Kapitan dipilih atas dasar ketokohan dan kekayaan serta punya pengaruh besar dalam masyarakat pedagang Tionghoa.
Tak heran, Kapitan Tionghoa pada umumnya adalah sosok yang sangat kaya di antara komunitas masyarakat Tionghoa. Kekayaan adalah bagian dari parameter penghargaan yang tinggi. Bahkan pengaruh ketokohannya pada komunitas masyarakat Tionghoa sangat dipercayai penuh.
Karena itu, seorang Kapitan memiliki peran penting dalam menjembatani kepentingan ekonomi, politik, dan sosial antara Pemerintah Kolonial Belanda dengan komunitas masyarakat Tionghoa di Bagansiapiapi saat itu.
Di awal abad XVII silam, telah ditemukan pemimpin Tionghoa di Batavia (sekarang Jakarta) menjadi Kapitan, Letnan dan Mayor adalah pejabat yang diangkat oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Kemudian di awal abad XIX, di Bagan Siapiapi sudah terbentuk salah satu pemimpin masyarakat Tionghoa yang diangkat menjadi Kapitan. Tentunya, dalam menjalankan kewenangan dan kekuasaannya, sang Kapitan ini diberi hak penuh untuk mendidirikan bangunan Rumah Kapitan. Bangunan itu berfungsi sebagai kantor operasional dalam menjalankan kekuasaan.
Layaknya system pemerintahan sekarang, fungsi umum Kapitan Tionghoa yakni membuat catatan daftar kelahiran (sekarang akte kelahiran), kematian, pernikahan, kedatangan atau migrasi mereka serta kegiatan kebudayaan atau tradisi komunitas masyarakat Tionghoa di daerah tersebut. amien-NWR (lihat fotonya di bawah)
Bangunan Rumah Kapitan di kota Bagan Siapiapi, Kabupaten Rokan Hilir adalah salah satu warisan budaya yang kini masih tersisa. Bangunan dengan arsitektur perpaduan gaya tradisional Tionghoa dan Melayu ini seharusnya perlu dirawat, dijaga dan dilestarikan.
Di Provinsi Riau sendiri, boleh dikatakan tidak ada lagi bangunan Rumah Kapitan. Jadi, Rumah Kapitan yang ada di kota Bagansiapiapi ini adalah satu-satunya. Rumah Kapitan milik Yeo Ming San ini telah musnah dibongkar beberapa bulan lalu.
Ini membuktikan tidak adanya kepedulian mayarakat dan pemerintah terhadap bangunan bersejarah tersebut. Padahal, bangunan iut merupakan salah satu objek wisata yang cukup mendapat perhatian bagi setiap wisatawan yang berkunjung ke “kota ikan” itu.
Buktinya, setiap ada kunjungan wisata ke kota itu, sang guide alias pramuwisata selalu “menggiring” tamunya itu melihat bangunan yang terletak di belakang kelenteng Ing Hok Kiong. Tapi kini, bangunan itu sudah tinggal kenangan.
Bangunan terbuat dari papan ini telah dirubuhkan dan dibongkar demi semata untuk memenuhi kepentingan ekonomi atau kepentingan modernisasi. Sedangkan bangunan Rumah Kapitan yang paling kuno dan tersisa satu-satunya milik ahli waris Ba Ching masih berdiri kokoh tetapi tidak terawat.
Konon, Rumah Kapitan ini masih dihuni oleh keturunan ahli waris Ba Ching. Bangunan yang terletak di pertengahan tiga jalan yakni jalan Sumatera, jalan Pahlawan, dan jalan Mawar itu hingga kini masih berdiri meskipun mulai rapuh dimakan usia. Dan wisatawan pun masih kerap berkunjung ke objek wisata yang jaraknya sekitar 25 meter dari belakang kelenteng Ing Hok Kiong. Hanya berjalan sebentar di sebuah gang kecil, bangunan itu sudah bisa dilihat.
Bangunan Rumah Kapitan berusia hamper seabad yang ada di Bagansiapiapi ini memiliki sejarah penting. Khususnya menyangkut sistem kekuasaan Opsir (Kapitan ) Tionghoa semasa berkuasa di Bagan Siapiapi waktu silam.
Seperti diketahui, Kapitan Tionghoa merupakan sebutan yang diberi dan diciptakan oleh sistem Pemerintahan Kolonial Belanda dalam upaya mengendalikan dan mengatur komunitas masyarakat Tionghoa di daerah tersebut.
Jadi, Kapitan adalah pejabat yang diangkat Pemerintahan Kolonial Belanda masa itu. Biasanya, seorang Kapitan dipilih atas dasar ketokohan dan kekayaan serta punya pengaruh besar dalam masyarakat pedagang Tionghoa.
Tak heran, Kapitan Tionghoa pada umumnya adalah sosok yang sangat kaya di antara komunitas masyarakat Tionghoa. Kekayaan adalah bagian dari parameter penghargaan yang tinggi. Bahkan pengaruh ketokohannya pada komunitas masyarakat Tionghoa sangat dipercayai penuh.
Karena itu, seorang Kapitan memiliki peran penting dalam menjembatani kepentingan ekonomi, politik, dan sosial antara Pemerintah Kolonial Belanda dengan komunitas masyarakat Tionghoa di Bagansiapiapi saat itu.
Di awal abad XVII silam, telah ditemukan pemimpin Tionghoa di Batavia (sekarang Jakarta) menjadi Kapitan, Letnan dan Mayor adalah pejabat yang diangkat oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Kemudian di awal abad XIX, di Bagan Siapiapi sudah terbentuk salah satu pemimpin masyarakat Tionghoa yang diangkat menjadi Kapitan. Tentunya, dalam menjalankan kewenangan dan kekuasaannya, sang Kapitan ini diberi hak penuh untuk mendidirikan bangunan Rumah Kapitan. Bangunan itu berfungsi sebagai kantor operasional dalam menjalankan kekuasaan.
Layaknya system pemerintahan sekarang, fungsi umum Kapitan Tionghoa yakni membuat catatan daftar kelahiran (sekarang akte kelahiran), kematian, pernikahan, kedatangan atau migrasi mereka serta kegiatan kebudayaan atau tradisi komunitas masyarakat Tionghoa di daerah tersebut. amien-NWR (lihat fotonya di bawah)
Kamis, 24 Februari 2011
Rokan Hulu dengan Kulinernya
Nuansa Wisata Riau***
Jika Anda berkunjung atau berwisata ke Kabupaten Rokan Hulu, jangan lupa mencicipi mencicipi beragam jenis kulinernya. Di "negeri seribu suluk" ini, ada beberapa masakan/makanan khas yang rasanya sudah tak asing lagi bagia sebagian orang.
Di antarahnya, campa cahang - asam kandih, campa cahang - krasak kincong, pendang ikan kawan, asampodeh taleh (asampodeh lalu), asampodeh lingkitang,asampodeh dagiang (daging), gulai lingkitang,gulai alo-alo, gulai jangek torong, gulai pucuk ubi tumbuk, gulai krasak labu cinu,gulai tunjang, paih, pokasam limbek, baka ikan kopiek, giliang kumangi , giliang rondang korambie, giliang paih, kokek asam durian,
giliang krasak, Sala toluo ayam, tumih daun gando, baka torong (aie asam torong) - aie lalu, baka torong (aie asam torong)- santan, kukuo montimun - aie, kukuo montimun - santan, sayuo ayie, joruk maman, anyang pakih,anyang ratuih, urap, sonop pisang, caco labu cino, jando pulangan, ulek-ulek, putila mandi, buah molako, sonop ompiang, Lalaju, bubuo lomak, bekang, lompuk durian, buah klopong, konji, nasi lomak, lopek pegu, lopeh buluh, lopek kutakuo, itak kopa, itak kopa panggang, tak kopa kukuih, buah inai, buah porio, tak talam, tobu kabong, aie podeh, klamai gegek, salam.dan lain sebaganya.
Nama-nama makanan dan minum ini dibeberapa tempat di Kabupaten Rokan Hulu juga bermacam-macam sesuai dengan dialeg daerah tersebut, menu-menu ini pada beberapa rumah makan juga disediakan dan silahkan Anda tanyakan, jika tersedia Anda beruntung sekali dapat mencicipinya
Sedangkan Gulai yang dikenal di daerah Rokan Hulu adalah :
Kokek Asam Durian, sejenis gulai santan kental yang dicampur asam durian (durian yang diasamkan) kemudian dimasak dengan ikan teri ditambah petai serta lebih lengkapnya di masukkan pucuk daun ubi.
Kemudian berbagai jenis masakan dengan khas ikan salai (ikan sungai yang diasap) yang lebih menarik lagi Lingkitang dan alo-alo (sejenis siput dan kerang sungai).
Sedangkan makanan kue-kue yang sangat tradisi dan langka adalah lopek totakuo (pulut yang dikukus didalam kantong semar)
Dan sesuai dengan kondisi geografisnya, ada makanan yang disebut anyang ratuih, yaitu makanan sayuran yang dibumbubuhi dari bermacam-macam dedaunan kayu hutan yang oleh masyarakat diyakini untuk obat.**NWR
Jika Anda berkunjung atau berwisata ke Kabupaten Rokan Hulu, jangan lupa mencicipi mencicipi beragam jenis kulinernya. Di "negeri seribu suluk" ini, ada beberapa masakan/makanan khas yang rasanya sudah tak asing lagi bagia sebagian orang.
Di antarahnya, campa cahang - asam kandih, campa cahang - krasak kincong, pendang ikan kawan, asampodeh taleh (asampodeh lalu), asampodeh lingkitang,asampodeh dagiang (daging), gulai lingkitang,gulai alo-alo, gulai jangek torong, gulai pucuk ubi tumbuk, gulai krasak labu cinu,gulai tunjang, paih, pokasam limbek, baka ikan kopiek, giliang kumangi , giliang rondang korambie, giliang paih, kokek asam durian,
giliang krasak, Sala toluo ayam, tumih daun gando, baka torong (aie asam torong) - aie lalu, baka torong (aie asam torong)- santan, kukuo montimun - aie, kukuo montimun - santan, sayuo ayie, joruk maman, anyang pakih,anyang ratuih, urap, sonop pisang, caco labu cino, jando pulangan, ulek-ulek, putila mandi, buah molako, sonop ompiang, Lalaju, bubuo lomak, bekang, lompuk durian, buah klopong, konji, nasi lomak, lopek pegu, lopeh buluh, lopek kutakuo, itak kopa, itak kopa panggang, tak kopa kukuih, buah inai, buah porio, tak talam, tobu kabong, aie podeh, klamai gegek, salam.dan lain sebaganya.
Nama-nama makanan dan minum ini dibeberapa tempat di Kabupaten Rokan Hulu juga bermacam-macam sesuai dengan dialeg daerah tersebut, menu-menu ini pada beberapa rumah makan juga disediakan dan silahkan Anda tanyakan, jika tersedia Anda beruntung sekali dapat mencicipinya
Sedangkan Gulai yang dikenal di daerah Rokan Hulu adalah :
Kokek Asam Durian, sejenis gulai santan kental yang dicampur asam durian (durian yang diasamkan) kemudian dimasak dengan ikan teri ditambah petai serta lebih lengkapnya di masukkan pucuk daun ubi.
Kemudian berbagai jenis masakan dengan khas ikan salai (ikan sungai yang diasap) yang lebih menarik lagi Lingkitang dan alo-alo (sejenis siput dan kerang sungai).
Sedangkan makanan kue-kue yang sangat tradisi dan langka adalah lopek totakuo (pulut yang dikukus didalam kantong semar)
Dan sesuai dengan kondisi geografisnya, ada makanan yang disebut anyang ratuih, yaitu makanan sayuran yang dibumbubuhi dari bermacam-macam dedaunan kayu hutan yang oleh masyarakat diyakini untuk obat.**NWR
Mengintip Sejarah Negeri 1000 Suluk
Nuansa Wisata Riau***
Tahu nggak Anda "Negeri Seribu Suluk". Bagi warga Provinsi Riau, mungkin sebagian sudah mengenalnya.
Negeri Seribu Suluk adalah sebuah daerah kabupaten hasil pemekaran kabupaten Kampar. kabupaten Rokan Hulu, itulah Negeri Seribu Suluk yang kita dimaksud.
Konon, julukan ini ditorehkan olah Thareqat Naqsabandi. Dasarnya menjuluki Kabupaten Rokan Hulu dengan sebutan itu karena dahulu di daerah ini sangat banyak surau suluk. SekarangSekarang ada dua hemah atau disebut dengan asal ajaran yang dibawa oleh mursyid dari dua orang Syekh.
Yakni dari Besilam Langkat Syekh Abdul Wahab Rokan. Beliau ini sangat besar pengaruh thareqatnya saat sekarang dan berpusat di Besilam Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
Namun demikian Syekh Abdul Wahab Rokan adalah seorang putra Rokan yang lahir di Rantau Binuang Sakti Tahun 1811M dan wafat 1926M, setelah belajar Thareqat di Bukit Abi Qubis Mekah tahun 1286H ia menyebarkan ajaran tersebut di daerah Rokan dan sekitarnya.
Kemudian dari Kumpulan Sumatera Barat, yaitu Maulana Syekh Ibrahim Al Khalidi Kumpulan, lahir 1764 dan wafat 1914M, juga memberikan pengaruh thareqat di Rokan ini.
Ada 5 butir perkataan yang menjadi buah bibir ahli Sufi yaitu : Suluk, Tharekat, Saier, Their dan Rujuk.
Suluk adalah perjalanan yang ditentukan bagi orang yang berjalan (salik) kepada Allah, dengan melalui beberapa batas-batas dan tempat-tempat (maqam)
dan naik beberapa maqam/martabat yang tinggi
yaitu perjalanan rohani dan nafsani.
Adapun Suluk (berkhalwat) memberikan panduan pada kita dalam bentuk bingkisan sempurna dan praktis untuk pengembangan pribadi, suatu ilmu pengetahuan yang nyata
(keseimbangan dan keselarasan jasmani dan rohani), mengekang nafsu-nafsu rendah, pikiran yang kekal dalam bathin, pengendalian pikiran dan gerak-gerik,tata tertib pikiran, perasaan dan raga, perubahan perangai binatang kepada perangai mulia,
pengontrol tuntutan nafsu dan emosi,pikiran seimbang, ketenangan dan kesucian, kesabaran.
Penganut Tharekat melakukan khalwat atau suluk dengan mengasingkan diri kesebuah tempat, dibawah pimpinan seorang mursyid, ada yang 3 hari ada yang 7 hari dan yang paling banyak 40 hari.
Seorang guru (Syekh Mursyid) perlu sekali indispensable untuk memberikan bimbingan dalam perjalanan suluk,tiap murid suluk harus sederhana, hormat sopan santun, rendah hati,ramah toleransi dan banyak kecintaannya terhadap guru (Syekh), apabila murid mempunyai kerinduan akan kegaiban-kegaiban batin, murid itu gagal dalam suluk.
Saat sekarang masih banyak terdapat rumah suluk tersebut, lebih dari seratus rumah suluk, dua pertiga adalah pengaruh Kumpulan, sedangkan selebihnya adalah pengaruh Kumpulan.
Dengan demikian semangat pembangunan yang dibuat di Rokan Hulu memakai julukan NEGERI SERIBU SULUK tersebut, yang dituangkan dalam singkatan bermacam-macam, ini dicetuskan sejak Bupati Rokan Hulu H. Ramlan Zas, SH.
Sekarang ada beberapa tempat suluk yang masih aktif menurut catatan Kordinator Thareqat Naqsabandi Rokan Hulu. Yakni di Tambusai (4 Surau), Rambah (25 Surau), Rambah Samo (20 Surau), Rambah Hilir (24 Surau), Kepenuhan (15 Surau), Bangun Purba (3 Surau), Kuntodarussalam (13 Surau), Rokan IV Koto (5 Surau), Ujung Batu (4 Surau), Tandun (2 Surau), Kabun (4 Suaru).***NWR
Tahu nggak Anda "Negeri Seribu Suluk". Bagi warga Provinsi Riau, mungkin sebagian sudah mengenalnya.
Negeri Seribu Suluk adalah sebuah daerah kabupaten hasil pemekaran kabupaten Kampar. kabupaten Rokan Hulu, itulah Negeri Seribu Suluk yang kita dimaksud.
Konon, julukan ini ditorehkan olah Thareqat Naqsabandi. Dasarnya menjuluki Kabupaten Rokan Hulu dengan sebutan itu karena dahulu di daerah ini sangat banyak surau suluk. SekarangSekarang ada dua hemah atau disebut dengan asal ajaran yang dibawa oleh mursyid dari dua orang Syekh.
Yakni dari Besilam Langkat Syekh Abdul Wahab Rokan. Beliau ini sangat besar pengaruh thareqatnya saat sekarang dan berpusat di Besilam Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
Namun demikian Syekh Abdul Wahab Rokan adalah seorang putra Rokan yang lahir di Rantau Binuang Sakti Tahun 1811M dan wafat 1926M, setelah belajar Thareqat di Bukit Abi Qubis Mekah tahun 1286H ia menyebarkan ajaran tersebut di daerah Rokan dan sekitarnya.
Kemudian dari Kumpulan Sumatera Barat, yaitu Maulana Syekh Ibrahim Al Khalidi Kumpulan, lahir 1764 dan wafat 1914M, juga memberikan pengaruh thareqat di Rokan ini.
Ada 5 butir perkataan yang menjadi buah bibir ahli Sufi yaitu : Suluk, Tharekat, Saier, Their dan Rujuk.
Suluk adalah perjalanan yang ditentukan bagi orang yang berjalan (salik) kepada Allah, dengan melalui beberapa batas-batas dan tempat-tempat (maqam)
dan naik beberapa maqam/martabat yang tinggi
yaitu perjalanan rohani dan nafsani.
Adapun Suluk (berkhalwat) memberikan panduan pada kita dalam bentuk bingkisan sempurna dan praktis untuk pengembangan pribadi, suatu ilmu pengetahuan yang nyata
(keseimbangan dan keselarasan jasmani dan rohani), mengekang nafsu-nafsu rendah, pikiran yang kekal dalam bathin, pengendalian pikiran dan gerak-gerik,tata tertib pikiran, perasaan dan raga, perubahan perangai binatang kepada perangai mulia,
pengontrol tuntutan nafsu dan emosi,pikiran seimbang, ketenangan dan kesucian, kesabaran.
Penganut Tharekat melakukan khalwat atau suluk dengan mengasingkan diri kesebuah tempat, dibawah pimpinan seorang mursyid, ada yang 3 hari ada yang 7 hari dan yang paling banyak 40 hari.
Seorang guru (Syekh Mursyid) perlu sekali indispensable untuk memberikan bimbingan dalam perjalanan suluk,tiap murid suluk harus sederhana, hormat sopan santun, rendah hati,ramah toleransi dan banyak kecintaannya terhadap guru (Syekh), apabila murid mempunyai kerinduan akan kegaiban-kegaiban batin, murid itu gagal dalam suluk.
Saat sekarang masih banyak terdapat rumah suluk tersebut, lebih dari seratus rumah suluk, dua pertiga adalah pengaruh Kumpulan, sedangkan selebihnya adalah pengaruh Kumpulan.
Dengan demikian semangat pembangunan yang dibuat di Rokan Hulu memakai julukan NEGERI SERIBU SULUK tersebut, yang dituangkan dalam singkatan bermacam-macam, ini dicetuskan sejak Bupati Rokan Hulu H. Ramlan Zas, SH.
Sekarang ada beberapa tempat suluk yang masih aktif menurut catatan Kordinator Thareqat Naqsabandi Rokan Hulu. Yakni di Tambusai (4 Surau), Rambah (25 Surau), Rambah Samo (20 Surau), Rambah Hilir (24 Surau), Kepenuhan (15 Surau), Bangun Purba (3 Surau), Kuntodarussalam (13 Surau), Rokan IV Koto (5 Surau), Ujung Batu (4 Surau), Tandun (2 Surau), Kabun (4 Suaru).***NWR
Sekilas Tentang Pulau “Penyu” Jemur
Nuansa Wisata Riau ***
Pulau Jemur adalah bagian dari sekian banyak wisata Rokan Hilir (Rohil). Kawasan Pulau Jemur merupakan gugusan pulau-pulau yang terdiri dari beberapa buah pulau, yakni Pulau Tekong Emas, Pulau Tekong Simbang, Pulau Labuhan Bilik serta pulau-pulau kecil lainnya.
Pulau-pulau yang terdapat di Pulau Jemur ini berbentuk lingkaran sehingga bagian tengahnya merupakan laut yang tenang. Pada musim angin barat laut tiba, gelombang di Selat Malaka sangat besar sehingga biasanya nelayan-nelayan yang sedang menangkap ikan disekitar perairan Pulau Jemur ini berlindung di bagian tengah Pulau Jemur yang terdapat air laut yang tenang.
Setelah gelombang laut mengecil atau badai berkurang barulah para nelayan keluar untuk memulai aktivitas menangkap ikan kembali. Pulau Jemur memiliki pemandangan dan panorama alam yang indah, selain itu Pulau Jemur ini amat kaya dengan hasil lautnya, disamping penyu-penyu tersebut naik ke pantai dan bertelur, penyu tersebut menyimpan telurnya di bawah lapisan pasir-pasir pantai, satwa langka ini dapat bertelur 100 sampai 150 butir setiap ekornya.
Untuk meningkatkan jumlah populasi Penyu Hijau, pemerintah Rokan Hilir melakukan kegiatan penagkaran penyu untuk mencegah terjadinya kepunbahan terhadap satwa langka ini.
Kawasan Pulau Jemur terletak lebih kurang 45 mil dari ibukota Kabupaten Rokan Hilir, Bagansiapiapi dan 45mil dari negara jiran yakni Malaysia, sedangkan Propinsi Sumatera Utara merupakan propinsi yang terdekat dari Pulau Jemur.
Selain itu Pulau Jemur juga terdapat beberapa potensi wisata lain diantaranya adalah Goa Jepang, Menara Suar, bekas tapak kaki manusia, perigi tulang, sisa-sisa pertahanan Jepang, batu Panglima Layar, Taman Laut dan pantai berpasir kuning emas.**NWR
Pulau Jemur adalah bagian dari sekian banyak wisata Rokan Hilir (Rohil). Kawasan Pulau Jemur merupakan gugusan pulau-pulau yang terdiri dari beberapa buah pulau, yakni Pulau Tekong Emas, Pulau Tekong Simbang, Pulau Labuhan Bilik serta pulau-pulau kecil lainnya.
Pulau-pulau yang terdapat di Pulau Jemur ini berbentuk lingkaran sehingga bagian tengahnya merupakan laut yang tenang. Pada musim angin barat laut tiba, gelombang di Selat Malaka sangat besar sehingga biasanya nelayan-nelayan yang sedang menangkap ikan disekitar perairan Pulau Jemur ini berlindung di bagian tengah Pulau Jemur yang terdapat air laut yang tenang.
Setelah gelombang laut mengecil atau badai berkurang barulah para nelayan keluar untuk memulai aktivitas menangkap ikan kembali. Pulau Jemur memiliki pemandangan dan panorama alam yang indah, selain itu Pulau Jemur ini amat kaya dengan hasil lautnya, disamping penyu-penyu tersebut naik ke pantai dan bertelur, penyu tersebut menyimpan telurnya di bawah lapisan pasir-pasir pantai, satwa langka ini dapat bertelur 100 sampai 150 butir setiap ekornya.
Untuk meningkatkan jumlah populasi Penyu Hijau, pemerintah Rokan Hilir melakukan kegiatan penagkaran penyu untuk mencegah terjadinya kepunbahan terhadap satwa langka ini.
Kawasan Pulau Jemur terletak lebih kurang 45 mil dari ibukota Kabupaten Rokan Hilir, Bagansiapiapi dan 45mil dari negara jiran yakni Malaysia, sedangkan Propinsi Sumatera Utara merupakan propinsi yang terdekat dari Pulau Jemur.
Selain itu Pulau Jemur juga terdapat beberapa potensi wisata lain diantaranya adalah Goa Jepang, Menara Suar, bekas tapak kaki manusia, perigi tulang, sisa-sisa pertahanan Jepang, batu Panglima Layar, Taman Laut dan pantai berpasir kuning emas.**NWR
Sekilas Info Wisata dari Kota Rengat
Nuansa Wisata Riau ***
Rengat adalah sebuah kota di Provinsi Riau, Indonesia dan ibu kota Kabupaten Indragiri Hulu. Kota ini dilalui Sungai Indragiri. Penduduk asli daerah ini adalah Suku Talang Mamak. beberapa suku lain sebagai suku pendatang di Rengat adalah suku Melayu, Minang, Batak, Tionghuoa, dan Sunda.
Di Rengat juga terdapat sebuah tugu dibangun mengenang kepahlawanan seorang bupati yang bernama Tulus (yang juga ayah kandung seorang sastrawan terkenal Chairil Anwar), pada masa Agresi Militer II Belanda ke Indonesia.
Buah khas Rengat adalah kedondong. Di pusat kota terdapat sebuah tugu jam dan pahatan buah kedondong di atasnya. Dodol buah kedondong adalah produk olahan yang juga disukai.
Salah satu tempat wisata di Rengat, adalah sebuah danau buatan yang dikenal penduduk setempat dengan nama Danau Raja. Konon dahulu kala di tengah danau buatan tersebut terdapat sebuah bangunan kerajaan.
Di era tahun 1980-an, pemerintah daerah Indragiri Hulu bermaksud menjadikan Danau Raja ini sebagai sebuah daerah wisata bagi penduduk sekitar dengan membangun taman bermain untuk anak-anak, dan beberapa fasilitas pendukung lainnya.
Sayang penggalakan pembangunan tersebut tidak berjalan lama, mengingat jumlah pengunjungnya tidak sesuai target yang diharapkan. Hal ini menyebabkan para pedagang setempat tidak bertahan lama.
Salah satu kendaraan khas Rengat yang masih beroperasi sampai sekarang adalah becak. Yang membuat Becak di Rengat berbeda dengan becak yang terdapat di beberapa daerah lain yaitu pada posisi pengayun becak berada di samping penumpang bukan di belakang.
Di Rengat juga terdapat dua buah jembatan melintasi Sungai Indragiri yang digunakan untuk penyeberangan ke daerah seberang sungai. Banyak penduduk yang memanfaatkan fasilitas ini untuk berolah raga seperti jogging ke daerah seberang yang dikenal bebas polusi.
Karena di daerah ini masih terdapat banyak pohon dan kebanyakan penduduknya bermata pencaharian berkebun. Sehingga jika pada musimnya, banyak buah-buahan membanjiri pasar seperti manggis, rambutan, durian, duku, dan lengkeng. **NWR
Rengat adalah sebuah kota di Provinsi Riau, Indonesia dan ibu kota Kabupaten Indragiri Hulu. Kota ini dilalui Sungai Indragiri. Penduduk asli daerah ini adalah Suku Talang Mamak. beberapa suku lain sebagai suku pendatang di Rengat adalah suku Melayu, Minang, Batak, Tionghuoa, dan Sunda.
Di Rengat juga terdapat sebuah tugu dibangun mengenang kepahlawanan seorang bupati yang bernama Tulus (yang juga ayah kandung seorang sastrawan terkenal Chairil Anwar), pada masa Agresi Militer II Belanda ke Indonesia.
Buah khas Rengat adalah kedondong. Di pusat kota terdapat sebuah tugu jam dan pahatan buah kedondong di atasnya. Dodol buah kedondong adalah produk olahan yang juga disukai.
Salah satu tempat wisata di Rengat, adalah sebuah danau buatan yang dikenal penduduk setempat dengan nama Danau Raja. Konon dahulu kala di tengah danau buatan tersebut terdapat sebuah bangunan kerajaan.
Di era tahun 1980-an, pemerintah daerah Indragiri Hulu bermaksud menjadikan Danau Raja ini sebagai sebuah daerah wisata bagi penduduk sekitar dengan membangun taman bermain untuk anak-anak, dan beberapa fasilitas pendukung lainnya.
Sayang penggalakan pembangunan tersebut tidak berjalan lama, mengingat jumlah pengunjungnya tidak sesuai target yang diharapkan. Hal ini menyebabkan para pedagang setempat tidak bertahan lama.
Salah satu kendaraan khas Rengat yang masih beroperasi sampai sekarang adalah becak. Yang membuat Becak di Rengat berbeda dengan becak yang terdapat di beberapa daerah lain yaitu pada posisi pengayun becak berada di samping penumpang bukan di belakang.
Di Rengat juga terdapat dua buah jembatan melintasi Sungai Indragiri yang digunakan untuk penyeberangan ke daerah seberang sungai. Banyak penduduk yang memanfaatkan fasilitas ini untuk berolah raga seperti jogging ke daerah seberang yang dikenal bebas polusi.
Karena di daerah ini masih terdapat banyak pohon dan kebanyakan penduduknya bermata pencaharian berkebun. Sehingga jika pada musimnya, banyak buah-buahan membanjiri pasar seperti manggis, rambutan, durian, duku, dan lengkeng. **NWR
Senin, 31 Januari 2011
“Soeman HS” Andalan Pariwisata Kota Bertuah
Nuansa Wisata Riau***
Kota Pekanbaru memiliki sejumlah sejumlah objek wisata yang menarik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah gedung perpustakaan Soeman HS yang berdiri megah di samping gedung kantor perkantoran Gubernur Riau, Jalan Jenderal Sudirman pekanbaru.
Konon, gedung perpustakaan tersebut merupakan terbesar dan termegah di Nusantara. Bahkan, keunikan bentuk bangunannya pun mampu membuat setiap pendatang yang mengunjungi kota kota bertuah terkesima. Tak heran, gedung ini pun menjadi salah satu ikon pariwisata ibukota Provinsi Riau.
Setiap harinya, jumlah pengunjungnya gedung berlantai enam itu selalu ramai. Selain menyediakan beragam bacaan, di objek wisata pendidikan ini juga tersedia fasilitas lainnya. Seperti fasilitas hotspot. Bahkan, pengunjung juga bisa menikmati suguhan kuliner yang terdapat di lantai dasar dengan hawa sejuk yang keluar dari Air Conditioner.
Ketika sedang membaca buku, misalnya. Pengunjung bisa sambilan memandang suasa kota Pekanbaru dari lantai ketinggian. Sebab, dinding gedung setiap tingkatan lantainya terbuat dari kaca. Sehingga transparan.
Pengunjung yang datang ke objek wisata itu, selain dari kalangan pelajar dan mahasiswa, ternyata juga banyak dari kalangan umum. Apalagi pada Sabtu dan Minggu. Pengunjungnya meningkat tajam. Nah, bagi Anda yang belum menginjakkan kakinya di gedung tersebut,silahkan datang. Parkir tak bayar alias gratis. (NWR)
Kota Pekanbaru memiliki sejumlah sejumlah objek wisata yang menarik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah gedung perpustakaan Soeman HS yang berdiri megah di samping gedung kantor perkantoran Gubernur Riau, Jalan Jenderal Sudirman pekanbaru.
Konon, gedung perpustakaan tersebut merupakan terbesar dan termegah di Nusantara. Bahkan, keunikan bentuk bangunannya pun mampu membuat setiap pendatang yang mengunjungi kota kota bertuah terkesima. Tak heran, gedung ini pun menjadi salah satu ikon pariwisata ibukota Provinsi Riau.
Setiap harinya, jumlah pengunjungnya gedung berlantai enam itu selalu ramai. Selain menyediakan beragam bacaan, di objek wisata pendidikan ini juga tersedia fasilitas lainnya. Seperti fasilitas hotspot. Bahkan, pengunjung juga bisa menikmati suguhan kuliner yang terdapat di lantai dasar dengan hawa sejuk yang keluar dari Air Conditioner.
Ketika sedang membaca buku, misalnya. Pengunjung bisa sambilan memandang suasa kota Pekanbaru dari lantai ketinggian. Sebab, dinding gedung setiap tingkatan lantainya terbuat dari kaca. Sehingga transparan.
Pengunjung yang datang ke objek wisata itu, selain dari kalangan pelajar dan mahasiswa, ternyata juga banyak dari kalangan umum. Apalagi pada Sabtu dan Minggu. Pengunjungnya meningkat tajam. Nah, bagi Anda yang belum menginjakkan kakinya di gedung tersebut,silahkan datang. Parkir tak bayar alias gratis. (NWR)
Kamis, 27 Januari 2011
Menengok Budaya Purba dari Candi Muara Takus
Nuansawisatariau***
Bingung mau liburan kemana? Tak ada salahnya Anda memilih Candi Muara Takus sebagai salah satu alternative tempat liburan. Selain berwisata juga menambah wawasan tentang candi tersebut.
Candi Muara Takus adalah sebuah candi Budha yang terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XII Koto Kampar jaraknya kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru. Jarak antara kompleks candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 kilometer dan tak jauh dari pinggir sungai Kampar kanan.
Kompleks candi ini dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter di luar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampal ke pinggir sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat pula bangunan Candi Tua, Candi Bungsu dan Mahligai Stupa serta Palangka. Bahan bangunan candi terdiri dari batu pasir, batu sungai dan batu bata.
Menurut sumber tempatan, batu bata untuk bangunan ini dibuat di desa pongkai, sebuah desa yang terletak di sebelah hilir kompleks candi. Bekas galian tanah untuk batu bata itu sampai saat ini dianggap sebagai tempat yang sangat dihormati penduduk.
Untuk membawa batu bata ke tempat candi, dilakukan secara beranting dari tangan ke tangan. Cerita ini walaupun belum pasti kebenarannya memberikan gambaran bahwa pembangunan candi itu secara bergotong royong dan dilakukan oleh orang ramai.
Kompleks Candi Muara Takus, satu-satunya peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi yang bersifat Buddhistis ini merupakan bukti pernahnya agama Buddha berkembang di kawasan ini.
Kendatipun demikian, para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan candi ini didirikan. Ada yang mengatakan abad kesebelas, ada yang mengatakan abad keempat, abad ketujuh, abad kesembilan dan sebagainya. Yang jelas kompleks candi ini merupakan peninggalan sejarah masa silam.
Bangunan utama di kompleks ini adalah sebuah stupa yang besar dengan sebuah bentukan menara yang sebagian besar terbuat dari batu bata dan sebagian kecil batu pasir kuning. Halaman candi ini berbentuk bujur sangkar (persegi) yang dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter yang terbuat dari batu putih dengan tinggi tembok ± 80 cm.
Di luar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampai ke pinggir sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat bangunan Candi Tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa serta Palangka. Di luar kompleks ini terdapat pula bangunan-bangunan (bekas) yang terbuat dari batu bata, yang belum dapat dipastikan jenis bangunannya.
Kompleks Candi Muara Takus, merupakan satu-satunya peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi yang bersifat Buddhis ini merupakan bukti bahwa agama Buddha pernah berkembang di kawasan ini.
Candi Muara Takus merupakan salah satu bangunan suci agama Budha yang ada di Riau. Ciri yang menunjukkan bangunan suci tersebut merupakan bangunan agama Budha adalah stupa. Bentuk stupa sendiri berasal dari seni India awal, hampir merupakan anak bukit buatan yang berbentuk setengah lingkaran tertutup dengan bata atau timbunan dan diberi puncak meru.
Stupa adalah ciri khas bangunan suci agama Budha dan berubah-ubah bentuk dan fungsinya dalam sejarahnya di India dan di dunia Budhisme lainnya. Berdasarkan fungsinya stupa dapat dibedakan menjadi tiga. Yakni stupa yang merupakan bagian dari sesuatu bangunan, stupa yang berdiri sendiri atau berkelompok tapi masing-masing sebagai bangunan lengkap dan stupa yang menjadi pelengkap kelompok selaku candi perwara.
Berdasarkan fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa bangunan di kompleks Candi Muara Takus menduduki fungsi yang kedua, yaitu stupa yang berdiri sendiri atau berkelompok tapi masing-masing sebagai bangunan lengkap. (NWR)
Bingung mau liburan kemana? Tak ada salahnya Anda memilih Candi Muara Takus sebagai salah satu alternative tempat liburan. Selain berwisata juga menambah wawasan tentang candi tersebut.
Candi Muara Takus adalah sebuah candi Budha yang terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XII Koto Kampar jaraknya kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru. Jarak antara kompleks candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 kilometer dan tak jauh dari pinggir sungai Kampar kanan.
Kompleks candi ini dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter di luar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampal ke pinggir sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat pula bangunan Candi Tua, Candi Bungsu dan Mahligai Stupa serta Palangka. Bahan bangunan candi terdiri dari batu pasir, batu sungai dan batu bata.
Menurut sumber tempatan, batu bata untuk bangunan ini dibuat di desa pongkai, sebuah desa yang terletak di sebelah hilir kompleks candi. Bekas galian tanah untuk batu bata itu sampai saat ini dianggap sebagai tempat yang sangat dihormati penduduk.
Untuk membawa batu bata ke tempat candi, dilakukan secara beranting dari tangan ke tangan. Cerita ini walaupun belum pasti kebenarannya memberikan gambaran bahwa pembangunan candi itu secara bergotong royong dan dilakukan oleh orang ramai.
Kompleks Candi Muara Takus, satu-satunya peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi yang bersifat Buddhistis ini merupakan bukti pernahnya agama Buddha berkembang di kawasan ini.
Kendatipun demikian, para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan candi ini didirikan. Ada yang mengatakan abad kesebelas, ada yang mengatakan abad keempat, abad ketujuh, abad kesembilan dan sebagainya. Yang jelas kompleks candi ini merupakan peninggalan sejarah masa silam.
Bangunan utama di kompleks ini adalah sebuah stupa yang besar dengan sebuah bentukan menara yang sebagian besar terbuat dari batu bata dan sebagian kecil batu pasir kuning. Halaman candi ini berbentuk bujur sangkar (persegi) yang dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter yang terbuat dari batu putih dengan tinggi tembok ± 80 cm.
Di luar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampai ke pinggir sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat bangunan Candi Tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa serta Palangka. Di luar kompleks ini terdapat pula bangunan-bangunan (bekas) yang terbuat dari batu bata, yang belum dapat dipastikan jenis bangunannya.
Kompleks Candi Muara Takus, merupakan satu-satunya peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi yang bersifat Buddhis ini merupakan bukti bahwa agama Buddha pernah berkembang di kawasan ini.
Candi Muara Takus merupakan salah satu bangunan suci agama Budha yang ada di Riau. Ciri yang menunjukkan bangunan suci tersebut merupakan bangunan agama Budha adalah stupa. Bentuk stupa sendiri berasal dari seni India awal, hampir merupakan anak bukit buatan yang berbentuk setengah lingkaran tertutup dengan bata atau timbunan dan diberi puncak meru.
Stupa adalah ciri khas bangunan suci agama Budha dan berubah-ubah bentuk dan fungsinya dalam sejarahnya di India dan di dunia Budhisme lainnya. Berdasarkan fungsinya stupa dapat dibedakan menjadi tiga. Yakni stupa yang merupakan bagian dari sesuatu bangunan, stupa yang berdiri sendiri atau berkelompok tapi masing-masing sebagai bangunan lengkap dan stupa yang menjadi pelengkap kelompok selaku candi perwara.
Berdasarkan fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa bangunan di kompleks Candi Muara Takus menduduki fungsi yang kedua, yaitu stupa yang berdiri sendiri atau berkelompok tapi masing-masing sebagai bangunan lengkap. (NWR)
Bentangan Pesona Alam di Negeri Seribu Parit
Nuansawisatariau***
Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) disebut juga negeri “Seribu Parit”. Julukan ini tepat untuk menggambarkan keadaan alamnya yang didominasi kawasan rawa bertanah gambut serta parit-parit kecil, memetak lahan perkebunan kelapa yang merupakan tanaman rakyat setempat.
Masyarakat umumnya dari suku Melayu namun di daerah ini juga terdapat pendatang dan etnis Banjar dan Bugis yang kemudian bermukim dan secara turun temurun melahirkan bentuk budaya campuran Meiayu Riau, Banjar dan Bugis.
Daerah Inhil yang berbatasan langsung dengan Batam, Kepulauan Riau ini memiliki porensi wisata. Di antaranya Bukit Berbunga di sebelah Selatan Desa Batu Ampar, Kecamatan Keritang, yang dapat ditempuh dengan jalan setapak, melintasi dua buah sungai kecil.
Bukit dengan ketinggian sekitar 150 meter ini di puncaknya terdapat dua hamparan pasir yang disebut Gelanggang Muda dan Gelanggang Tua yang sering digunakan untuk tempat sabung ayam. Di sekitar bukit pada musim tertentu dihiasi dengan bunga Menik berwarna putih yang hanya terdapat di sekiiar bukit berbunga.
Obyek wisata alamnya adalah Air Terjun Tembulun Rusa di sebelah Utara Desa Batu Ampar, Aliran dari air terjun ini sejauh 2,5 km. Selain itu agrowisata juga dikembangkan dengan adanya perkebunan kelapa hybrida. perkebunan nenas di Pulau Burung, Kecamatan Kareman dimana hasil perkebunan ini telah diolah menjadi produk makanan seperti santan kelapa, tepung kelapa, air kelapa, nenas kaleng dan sebagainya.
Wisata ziarah terletak di Parit Hidayat Kecamatan Kuala Indragiri yaitu makam Syech Abdurrahman Sidik yang meninggal pada 10 Maret 1939. Makam ini setiap hari banyak dikunjungi orang yang berziarah baik dari dalam maupun luar negeri. Di samping makarn juga berdiri masjid Al Hidayah yang didirikan pada abad ke-19.
Atraksi wisata yang unik di daerah ini adalah lomba sampan leper dan manongkah. Kegiatan ini bermula karena mendangkalnya sungai Batang Tuaka yang semula bisa dilayari kapal-kapal. Manongkah atau kegiatan ski di atas lumpur adalah suatu kegiatan suku Duanu dengan menggunakan papan untuk mencari kerang di atas pantai lumpur yang akhirnya tiap tahun diperlombakan.
Kegiatan lainnya yang menarik di Pekan Arba, Kecamatan Tembilahan ini adalah pacu jalur mini, lomba menangkap itik di atas lumpur, meniti batang pinang, lomba layang-layang, gasing dan kesenian tradisional lainnya. (NWR)
Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) disebut juga negeri “Seribu Parit”. Julukan ini tepat untuk menggambarkan keadaan alamnya yang didominasi kawasan rawa bertanah gambut serta parit-parit kecil, memetak lahan perkebunan kelapa yang merupakan tanaman rakyat setempat.
Masyarakat umumnya dari suku Melayu namun di daerah ini juga terdapat pendatang dan etnis Banjar dan Bugis yang kemudian bermukim dan secara turun temurun melahirkan bentuk budaya campuran Meiayu Riau, Banjar dan Bugis.
Daerah Inhil yang berbatasan langsung dengan Batam, Kepulauan Riau ini memiliki porensi wisata. Di antaranya Bukit Berbunga di sebelah Selatan Desa Batu Ampar, Kecamatan Keritang, yang dapat ditempuh dengan jalan setapak, melintasi dua buah sungai kecil.
Bukit dengan ketinggian sekitar 150 meter ini di puncaknya terdapat dua hamparan pasir yang disebut Gelanggang Muda dan Gelanggang Tua yang sering digunakan untuk tempat sabung ayam. Di sekitar bukit pada musim tertentu dihiasi dengan bunga Menik berwarna putih yang hanya terdapat di sekiiar bukit berbunga.
Obyek wisata alamnya adalah Air Terjun Tembulun Rusa di sebelah Utara Desa Batu Ampar, Aliran dari air terjun ini sejauh 2,5 km. Selain itu agrowisata juga dikembangkan dengan adanya perkebunan kelapa hybrida. perkebunan nenas di Pulau Burung, Kecamatan Kareman dimana hasil perkebunan ini telah diolah menjadi produk makanan seperti santan kelapa, tepung kelapa, air kelapa, nenas kaleng dan sebagainya.
Wisata ziarah terletak di Parit Hidayat Kecamatan Kuala Indragiri yaitu makam Syech Abdurrahman Sidik yang meninggal pada 10 Maret 1939. Makam ini setiap hari banyak dikunjungi orang yang berziarah baik dari dalam maupun luar negeri. Di samping makarn juga berdiri masjid Al Hidayah yang didirikan pada abad ke-19.
Atraksi wisata yang unik di daerah ini adalah lomba sampan leper dan manongkah. Kegiatan ini bermula karena mendangkalnya sungai Batang Tuaka yang semula bisa dilayari kapal-kapal. Manongkah atau kegiatan ski di atas lumpur adalah suatu kegiatan suku Duanu dengan menggunakan papan untuk mencari kerang di atas pantai lumpur yang akhirnya tiap tahun diperlombakan.
Kegiatan lainnya yang menarik di Pekan Arba, Kecamatan Tembilahan ini adalah pacu jalur mini, lomba menangkap itik di atas lumpur, meniti batang pinang, lomba layang-layang, gasing dan kesenian tradisional lainnya. (NWR)
Alam Natuna dan "The Lost World"
Nuansawisatariau**
Apakah Anda masih ingat dengan film The Lost World yang sempat populer beberapa waktu yang lalu? Film yang dibintangi aktor Sean Connery ini bercerita tentang sisi dunia yang hilang dan tidak terjamah dengan sejumlah potensi alamnya yang indah.
Pulau Natuna mengingatkan kita akan film tersebut. Bila Anda memiliki jiwa petualang, pasti akan tertantang dan terpuaskan untuk menjelajahi pulau ini.
Kepulauan Natuna merupakan bagian paling ujung utara Indonesia. Pulau Bunguran, Jemaja, dan Serasan merupakan tiga pulau terbesar di gugusan kepulauan ini. Kepulauan Natuna merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau, dengan ibu kota Ranai di Pulau Bunguran, sebagai ibu kota kabupaten.
Natuna dikelilingi laut dalam. Di ujung utara berbatasan langsung dengan perairan Vietnam, Kamboja, Malaysia, dan Singapura. Di perairan sekitar Natuna terdapat karang tak terduga yang tersebar di laut lepas. Tidak heran bila dulu banyak warga Vietnam dan Singapura yang terdampar di pulau Natuna ini.
Dengan posisi dikelilingi laut luas, Natuna menjadi terpencil, serta minim fasilitas sosial dan fasilitas umum. Lautan luas seharusnya membuat Natuna menjadi penghasil laut utama. Namun, letak Natuna terlalu jauh sehingga membuat nelayan tidak mampu memasarkan ikan tangkapannya. Sementara itu, fasilitas ruang pendingin untuk mengawetkan ikan juga minim. Kekayaan laut Natuna diperkirakan dapat menghasilkan lebih dari satu juta ton ikan per tahun. Namun, saat ini baru tiga puluh enam persen saja yang termanfaatkan.
Minimnya pemanfaatan potensi laut juga karena pengaruh musim yang hanya ramah selama enam bulan saja. Selebihnya, saat angin utara datang, laut di sekitar Natuna menjadi ganas dan para nelayan memilih berkebun sebagai lahan menyambung hidup.
Gugusan Kepulauan Natuna juga memiliki pemandangan yang indah, dengan panorama pantai yang masih terjaga keasriannya. Natuna demikian elok dan memiliki banyak potensi.
Pengunjung dapat menemukan wisata pantai, seperti Pantai Tanjung, Pantai Sebagul, Pantai Teluk Selahang, Pantai Setengar, dan sebagainya. Sejumlah lokasi bahkan menjadi tempat favorit bagi penggemar snorkling, pengamat habitat penyu, dan pecinta wisata bawah air.
Pengunjung juga dapat mengunjungi Pulau Senoa dengan menggunakan pompong dan perjalanan ditempuh sekitar 30 menit. Bila dilihat dari fisiknya, bentuk Pulau Senoa menyerupai ibu hamil yang sedang berbaring di atas laut. Karena itu, Pulau ini kerap disebut dengan Pulau Ibu Hamil oleh penduduk setempat. Di Pulau Senoa, pengunjung akan menemukan penyu yang berkeliaran dengan bebas di pinggir pantai. Di Pulau ini juga terdapat sarang burung walet di sejumlah gua.
Selain itu, di Natuna juga ada obyek wisata gua dan batu-batuan seperti gua Batu Sindu, Batu Kapal, Alive Stone Park, dan sebagainya. Natuna memiliki sejumlah batu-batu berukuran besar yang tersebar di seluruh pulau. Kini, oleh pemerintah setempat, batu-batu tersebut dilindungi dan dijadikan obyek wisata.
Bentuk batu-batuan ini juga unik, seperti Batu Kapal berupa dua batu besar yang berjajar. Bentuknya menyerupai kapal besar yang terdampat di tepi pantai. Adapun Alive Stone Park berupa batu yang berdiri di atas serakan batu lainnya. Bentuknya menyerupai elips, dan mirip dengan batu yang ditemukan di Afrika.
Di Natuna, pengunjung juga dapat menemui salah satu spesies kera langka yang biasa disebut dengan nama `kekah`. Kekah hanya hidup dan berkembang di Bunguran seperti di kawasan Gunung Sintu (Pian Tengah, Sepang, Seberang), gunung Ranai, dan Gunung Ceruk.
Bentuk kekah sangat unik, tubuhnya diselimuti oleh bulu-bulu hitam tebal yang diselingi dengan warna putih pada bagian dada hingga kelihatan seperti mengenakan rompi putih dan pada bagian wajah. Mata kekah dikelilingi kulit berwarna putih dan abu-abu. Mereka terlihat seperti mengenakan kacamata.
Seperti jenis-jenis kera lainnya, Kekah yang pemakan buah-buahan, dedaunan, dan umbi-umbian ini juga hidup berkelompok dan agak sulit didekati karena sifatnya yang sedikit pemalu dan takut. Namun, bila beruntung, Anda dapat menemukannya di jalan raya dalam perjalanan menuju pelabuhan Selat Lampa, Kecamatan Pulau Tiga, Natuna.
Meski terpencil dan minim fasilitas, Natuna sebenarnya bukanlah kabupaten yang miskin. Di sekitar bagian utara Natuna, terpendam ladang gas d-alpha, dengan total cadangan 222 triliun cubic feet, dan gas hidrokarbon sebesar 46 triliun cubic feet. Hal ini menjadikan Natuna sebagai salah satu sumber cadangan gas terbesar di Asia.
Untuk mencapai Natuna dapat menggunakan pesawat kecil dengan kapasitas sekitar 45 orang dari Bandara Hang Nadim, Batu Besar, Batam, Kepulauan Riau; atau dari Bandara Kijang, Tanjung Pinang. Perjalanan dengan pesawat memakan waktu selama kurang lebih 1 jam 30 menit.
Atau dapat juga menggunakan jalur pelayaran dengan kapal Pelni dari Pelabuhan Kijang, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Kapal ini akan kembali lagi ke Natuna satu minggu kemudian. Perjalanan dengan kapal memakan waktu sekitar 12 jam.
Untuk penggemar wisata kuliner, di Natuna bisa dicicipi makanan seafood, seperti sup kepala ikan yang bisa diperoleh di rumah makan di jalan H R Subrantas Ranai Darat, Natuna. Pengunjung juga bisa mendapatkan madu asli Natuna yang dijual di toko dan warung-warung di Ranai Natuna.
Menjelajahi Natuna cukup menantang dan perjalanan panjang berganti transportasi menuju Natuna akhirnya akan terbayar dengan keindahan alamnya. (NWR)
Apakah Anda masih ingat dengan film The Lost World yang sempat populer beberapa waktu yang lalu? Film yang dibintangi aktor Sean Connery ini bercerita tentang sisi dunia yang hilang dan tidak terjamah dengan sejumlah potensi alamnya yang indah.
Pulau Natuna mengingatkan kita akan film tersebut. Bila Anda memiliki jiwa petualang, pasti akan tertantang dan terpuaskan untuk menjelajahi pulau ini.
Kepulauan Natuna merupakan bagian paling ujung utara Indonesia. Pulau Bunguran, Jemaja, dan Serasan merupakan tiga pulau terbesar di gugusan kepulauan ini. Kepulauan Natuna merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau, dengan ibu kota Ranai di Pulau Bunguran, sebagai ibu kota kabupaten.
Natuna dikelilingi laut dalam. Di ujung utara berbatasan langsung dengan perairan Vietnam, Kamboja, Malaysia, dan Singapura. Di perairan sekitar Natuna terdapat karang tak terduga yang tersebar di laut lepas. Tidak heran bila dulu banyak warga Vietnam dan Singapura yang terdampar di pulau Natuna ini.
Dengan posisi dikelilingi laut luas, Natuna menjadi terpencil, serta minim fasilitas sosial dan fasilitas umum. Lautan luas seharusnya membuat Natuna menjadi penghasil laut utama. Namun, letak Natuna terlalu jauh sehingga membuat nelayan tidak mampu memasarkan ikan tangkapannya. Sementara itu, fasilitas ruang pendingin untuk mengawetkan ikan juga minim. Kekayaan laut Natuna diperkirakan dapat menghasilkan lebih dari satu juta ton ikan per tahun. Namun, saat ini baru tiga puluh enam persen saja yang termanfaatkan.
Minimnya pemanfaatan potensi laut juga karena pengaruh musim yang hanya ramah selama enam bulan saja. Selebihnya, saat angin utara datang, laut di sekitar Natuna menjadi ganas dan para nelayan memilih berkebun sebagai lahan menyambung hidup.
Gugusan Kepulauan Natuna juga memiliki pemandangan yang indah, dengan panorama pantai yang masih terjaga keasriannya. Natuna demikian elok dan memiliki banyak potensi.
Pengunjung dapat menemukan wisata pantai, seperti Pantai Tanjung, Pantai Sebagul, Pantai Teluk Selahang, Pantai Setengar, dan sebagainya. Sejumlah lokasi bahkan menjadi tempat favorit bagi penggemar snorkling, pengamat habitat penyu, dan pecinta wisata bawah air.
Pengunjung juga dapat mengunjungi Pulau Senoa dengan menggunakan pompong dan perjalanan ditempuh sekitar 30 menit. Bila dilihat dari fisiknya, bentuk Pulau Senoa menyerupai ibu hamil yang sedang berbaring di atas laut. Karena itu, Pulau ini kerap disebut dengan Pulau Ibu Hamil oleh penduduk setempat. Di Pulau Senoa, pengunjung akan menemukan penyu yang berkeliaran dengan bebas di pinggir pantai. Di Pulau ini juga terdapat sarang burung walet di sejumlah gua.
Selain itu, di Natuna juga ada obyek wisata gua dan batu-batuan seperti gua Batu Sindu, Batu Kapal, Alive Stone Park, dan sebagainya. Natuna memiliki sejumlah batu-batu berukuran besar yang tersebar di seluruh pulau. Kini, oleh pemerintah setempat, batu-batu tersebut dilindungi dan dijadikan obyek wisata.
Bentuk batu-batuan ini juga unik, seperti Batu Kapal berupa dua batu besar yang berjajar. Bentuknya menyerupai kapal besar yang terdampat di tepi pantai. Adapun Alive Stone Park berupa batu yang berdiri di atas serakan batu lainnya. Bentuknya menyerupai elips, dan mirip dengan batu yang ditemukan di Afrika.
Di Natuna, pengunjung juga dapat menemui salah satu spesies kera langka yang biasa disebut dengan nama `kekah`. Kekah hanya hidup dan berkembang di Bunguran seperti di kawasan Gunung Sintu (Pian Tengah, Sepang, Seberang), gunung Ranai, dan Gunung Ceruk.
Bentuk kekah sangat unik, tubuhnya diselimuti oleh bulu-bulu hitam tebal yang diselingi dengan warna putih pada bagian dada hingga kelihatan seperti mengenakan rompi putih dan pada bagian wajah. Mata kekah dikelilingi kulit berwarna putih dan abu-abu. Mereka terlihat seperti mengenakan kacamata.
Seperti jenis-jenis kera lainnya, Kekah yang pemakan buah-buahan, dedaunan, dan umbi-umbian ini juga hidup berkelompok dan agak sulit didekati karena sifatnya yang sedikit pemalu dan takut. Namun, bila beruntung, Anda dapat menemukannya di jalan raya dalam perjalanan menuju pelabuhan Selat Lampa, Kecamatan Pulau Tiga, Natuna.
Meski terpencil dan minim fasilitas, Natuna sebenarnya bukanlah kabupaten yang miskin. Di sekitar bagian utara Natuna, terpendam ladang gas d-alpha, dengan total cadangan 222 triliun cubic feet, dan gas hidrokarbon sebesar 46 triliun cubic feet. Hal ini menjadikan Natuna sebagai salah satu sumber cadangan gas terbesar di Asia.
Untuk mencapai Natuna dapat menggunakan pesawat kecil dengan kapasitas sekitar 45 orang dari Bandara Hang Nadim, Batu Besar, Batam, Kepulauan Riau; atau dari Bandara Kijang, Tanjung Pinang. Perjalanan dengan pesawat memakan waktu selama kurang lebih 1 jam 30 menit.
Atau dapat juga menggunakan jalur pelayaran dengan kapal Pelni dari Pelabuhan Kijang, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Kapal ini akan kembali lagi ke Natuna satu minggu kemudian. Perjalanan dengan kapal memakan waktu sekitar 12 jam.
Untuk penggemar wisata kuliner, di Natuna bisa dicicipi makanan seafood, seperti sup kepala ikan yang bisa diperoleh di rumah makan di jalan H R Subrantas Ranai Darat, Natuna. Pengunjung juga bisa mendapatkan madu asli Natuna yang dijual di toko dan warung-warung di Ranai Natuna.
Menjelajahi Natuna cukup menantang dan perjalanan panjang berganti transportasi menuju Natuna akhirnya akan terbayar dengan keindahan alamnya. (NWR)
Langganan:
Postingan (Atom)